Mengapa Menggunakan Linux?

apa yang anda bayangkan jika mendengar kata open source atau linux? "sulit", kebanyakan orang akan menjawab seperti itu. lalu sebagian lainnya akan menjawab "gratis", dan sebagian lainnya menjawab "aman dari virus". itulah brand yang ada di masyarakat tentang linux dan sampai kapan pun tidak akan hilang. artikel-artikel pun banyak bertaburan mengenai kelebihan open source khususnya linux dengan membandingkan software berbayar khususnya windows dari microsoft. karena brand "sulit" yang melekat erat pada linux, maka ajakan-ajakan migrasi dari software berbayar ke open source pun menjadi usaha yang sulit dan akibatnya software cracking (biasanya disebut sebagai software bajakan) masih menjadi pilihan utama. ada sebuah status facebook dari seorang teman "perlukah membeli antivirus $50 untuk melindungi software bajakan?". status yang menggelitik dan menarik tapi besar maksudnya.

**
saya mau curcol sedikit mengenai sejarah saya menggunakan linux, andai saja ada yang mau mengikuti jejak saya. awal tahun 2008 (dua tiga hari setelah tahun baru) saya dibelikan laptop oleh mbak. laptop dengan fitur minimalis dan masih kosongan (belum ada OS-nya). dari pihak toko hanya menyediakan software legal yang bisa dibilang mahal. kenapa mahal? karena laptopnya saja pilih yang paling murah, kok masih nambah biaya buat OS. saya bawa ke tempat servis komputer untuk install windows. selama hampir dua tahun pake windows (meski sering ada masalah dengan OS-nya karena kata si tukang servis ga cocok sama laptopnya) akhirnya pingin sesuatu yang baru, pingin mencicipi produk open source. akhirnya menemukan IGOS dan katanya bisa dijalankan tanpa perlu install ke komputer atau live USB memakai unetbootin. saya coba deh. seneng rasanya memakai IGOS karena memang tampilan lebih keren dibandingkan windows. namanya juga newbie, otak-atik sana-sini, akibatnya partisi saya hilang gara-gara otak-atik gparted tanpa tahu fungsinya. semua file saya hilang termasuk file hasil mubes centris. saya install ulang dengan windows. bukannya kapok malah semakin penasaran dengan linux. saya kembali bermain dengan live USB tapi kali ini dengan linux mint 9. semakin tertarik saja saya karena tampilannya memang lebih menarik lagi dibandigkan IGOS. setelah berkali-kali bermain dengan live USB saya tahu ada wubi dimana linux dapat diinstall under windows. setelah berminggu-minggu bermain-main dengan linux yang ada di dalam windows, linux mint saya uninstall. niat hati mau lepas dari linux, justru windows saya rusak. berkali-kali install ulang tetap saja bermasalah. akhirnya saya putuskan sepenuhnya install linux. awalnya menggunakan ubuntu, tapi karena ada beberapa codec belum terinstall, saya beli ubuntu sabily di jurangan kambing dan langsung saya install. setelah setahun menggunakan ubuntu sabily (karena dengan beberapa pertimbangan) saya pindah ke linux mint 12 (katya) hingga saat ini. jadi, saya bukan pengguna yang ujug-ujug atau tiba-tiba bermigrasi tapi ada perjalanan panjang yang harus saya lalui bersama laptop hitam manis minimalis ini. sebenarnya masih ada banyak lika-liku selama perjalanan, tapi saya ringkas saja yang penting pembaca tahu bagaimana proses saya bermigrasi dari windows ke open source atau linux.
**

kata orang-orang, "kita bisa karena terbiasa". saya saat ini bisa menggoperasikan linux, meski hanya sebagai end user, karena pernah menggunakannya sebelumnya melalui live USB maupun under windows. jadi ketika kita mengatakan kalau linux itu sulit, karena kita belum mengenalnya dan belum pernah mencobanya. ibarat seorang tukang kayu disuruh jadi pilot atau sebaliknya, mereka akan mengatakan sulit. berbeda jika mereka melakukan pekerjaan yang sudah menjadi bidang dan kebiasaannya. memang ada beberapa bagian dari linux yang sulit karena ini adalah teknologi. teknologi adalah buatan manusia dimana manusia yang lain perlu membiasakan diri untuk tahu, bisa, dan terbiasa. misal dalam hal instalasi suatu aplikasi/paket, di windows kita hanya (kebanyakan) mengenal .exe ketika diklik proses akan berjalan dengan sendirinya. dan di linux ada beberapa ekstensi paket seperti .tgz, .deb, .rpm, dan lain sebagainya. itulah tantangan tersendiri ketika masuk ke dunia linux. jadi jangan paksa orang-orang untuk bermigrasi, tapi ajak mereka untuk minimal mengenal linux dan suka dengan linux.

gratis, sebuah iming-iming yang ditawarkan kepada masyarakat untuk menggunakan linux. benar, linux memang gratis, tapi tidak sepenuhnya. ada beberapa (bahkan banyak) aplikasi maupun distro linux yang mengharuskan kita membayar untuk bisa menggunakannya. sudah banyak artikel yang menjelaskan bahwa free tidak sepenuhnya gratis tapi free berarti bebas. bebas untuk mengembangkan, bebas untuk menggunakan, dan kebebasan lainnya. tapi tentu saja bebas yang bertanggung jawab. meski berbayar, tapi tidak seperti membayar pada software berbayar semisal windows. saya mendapatkan CD linux ubuntu sabily dan linux mint dengan cara membeli dari juragan kambing. membayar bukan? tapi saya tidak membayar kepada konglomerat amerika sepert bill gates, melainkan uang saya masuk ke kantong sesama masyarakat indonesia. kita mendownload linux di warnet, juga tidak gratis tapi membayar biaya warnet yang masuk ke kantong pemilik warnet yang juga masyarakat kita.

aman dari virus, juga menjadi nilai jual linux di masyarakat. masyarakat perlu diedukasi mengenai ada tidaknya atau bagaimana perkembangan dunia per-virus-an. kita lihat salah satu produk open source yang begitu digandrungi masyarakat, android. apakah android aman dari virus? tidak juga, justru saat ini perkembangan virus android sangat besar dan terbesar di dunia gadget mobile. mengapa tetap ada virus? karena penggunanya banyak. bandingkan dengan sesama produk open source, symbian, mana yang perkembangan virusnya lebih cepat. dahulu ketika symbian masih bertaring, virusnya juga banyak, kini jumlah virusnya berkurang seiring berkurangnya jumlah pengguna. bagaimana dengan virus komputer? sama saja, saat ini jumlah pengguna windows masih lebih banyak daripada linux sehingga jumlah virus pun masih didominasi virus untuk windows.

jika kita ingin membuat masyarakat menggunakan produk open source, buat masyarakat suka dengan open source. membuat suka bukan dengan cara memaksa. berbeda dengan instansi, tindakan paksa bisa dilakukan karena tuntutan keadaan bisa berpengaruh pada kinerja instansi tersebut. jika instansi komersial menggunakan crakcing software, berarti ia telah melanggar hak cipta dan siap-siap produk atau service milik perusahaannya dibajak oleh orang lain. istilah kunonya hukum karma. jika itu instansi pemerintah, perlu adanya contoh kepada masyarakat untuk menggunakan produk yang lebih menghemat biaya (khususnya untuk pengadaan software berbayar original) atau contoh untuk tidak menggunakan produk crakcking.

kembali pada status teman sebagaimana di atas, "perlukah membeli antivirus $50 untuk melindungi software bajakan?" perlu kita renungkan kembali.

____
tulisan ini sebagai bentuk partisipasi atas terselenggaranya Indonesia GNU/Linux Conference (ILC) 2012 di malang, semoga sukses.