Pukul Saja Wartawan Itu

kembali saya posting berkaitan dengan media massa khususnya dengan berita yang sedang hot alias panas yaitu pemukulan salah seorang oknum TNI AU terhadap seorang juru foto. reaksi keras pun datang dari berbagai penjuru yang mengecam terjadinya pemukulan tersebut. lebih-lebih aksi tersebut dengan jelas terekam kamera dan di saksikan langsung oleh anak-anak SD. pemukulan wartawan ini dianggap mengebiri demokrasi karena menghalangi jurnaslisme dalam memberitakan kebenaran. bukan bermaksud membela pemukulan atau membenci wartawan, tapi menurut saya ada kalanya wartawan diberi "pelajaran" agar tidak bertingkah seperti raja. hanya saja bentuk "pelajaran" tersebut tidak etis.


sebenarnya saya agak sebal dengan aksi para onum wartawan. mereka adalah pahlawan karena dengan berbagai cara memberitakan kebenaran. bahkan mereka harus masuk ke zona merah untuk mencari berita yang sebenarnya. tapi, di sebagian mereka dalam mencari berita membuat orang-orang di lokasi berita menjadi emosi dan orang-orang yang melihat berita pun sebal. kita ambil contoh yang saat ini masih menjadi bayangan buruk wartawan, waktu itu, ketika insiden pesawat jatuh di gunung salak mereka, para wartawan (yang tidak memiliki keahlian jelajah) dengan sok-sokan ikut ke lokasi jatuhnya pesawat yang akhirnya menyusahkan para relawan dan SAR. kemudian di lokasi para keluarga korban menunggu berita, dengan "muka tembok" para wartawan/juru kamera men-shoot muka para keluarga korban. saya fikir, jika para keluarga ini merasa tersinggung, bisa saja mereka merebut dan membanting kamera itu. bagaimana tidak, tindakan yang dilakukan seolah-olah menyinggung perasaan.


sebagaimana TNI dan instansi-instansi lain yang mana memiliki orang-orang baik dan oknum-oknum bermasalah, media massa pun pasti memiliki oknum wartawan yang dalam melaksanakan tugas sering tidak mengindahkan norma-norma dan etika. tidak seharusnya wartawan dengan berkerudungkan demokrasi kemudian melakukan tindakan-tindakan yang sesuai dengan ego mereka sendiri. ketika pihak yang berwenang memberikan intruksi untuk publik, wartawan pun seharusnya mengikutinya. misal ketika terjadi gunung meletus, pihak BPPTK dan pemerintah mengintruksikan hindari pendakian, wartawan seringkali tidak menghiraukan. ketika waktunya mereka menjadi korban, pihak pemerintah yang disalahkan. oleh karena itu, jurnalis juga harus introspeksi, dan berani membatasi diri mana yang boleh serta tidak boleh dilakukan.


tanpa membela beliau, mungkin yang dilakukan oleh oknum TNI di sumatera tersebut adalah bentuk kemarahan akumulatif. wartawan selama ini selalu mendewa-dewakan demokrasi sehingga seolah-olah tindakan yang dilakukan wartawan adalah suara tuhan. hanya saja bentuk kemarahan tersebut berlebihan. oleh karena itu, di kedua belah pihak seharusnya introspeksi. dari sisi TNI, sudah ada POM yang akan melakukan penindakan. sedangkan di pihak jurnalis pun sudah ada berbagai asosiasi ataupun komisi yang mengawal kinerja wartawan. hanya saja, yang selama ini diintrospeksi di sisi jurnalis baru sisi teknis dan sensor berita, mana yang boleh diberitakan dan mana yang tidak, sedangkan dari sisi sikap wartawan masih jauh dari introspeksi.


semoga dengan insiden ini, tidak ada lagi pemukulan yang terjadi. ketiadaan insiden di kemudian hari seyogyanya bukan bentuk introspeksi diri satu pihak saja sedangkan pihak lain masih merasa berkuasa. melainkan bentuk introspeksi berbagai pihak yang mana berbagai elemen di masyarakat dapat dapat bersinergi menjadi sebuah sistem yang bernama Indonesia.