Masuk Neraka Siapa Takut #Mencontek

Masuk neraka siapa takut (na'udzubillah), tantangan dari Om Hariyanto Wijoyo memang bukan main sulitnya. tantangan menuliskan dosa yang terjadi di masa lalu, bukan karena saya tidak punya dosa dan kesalahan melainkan justru dengan tantangan ini kita dipaksa untuk bermuhasabah, menghitung apa yang telah kita lakukkan di masa lampau.

sebagai manusia biasa, saya dan kita pasti memiliki kesalahan. untuk menuliskan di sini, saya dengan sebenar-benarnya mempertimbangkan agar apa yang saya tulis tidak membuka aib saya sendiri maupun orang lain. tulisan ini juga jangan sampai merugikan orang lain semisal membuka aib itu sendiri, atau membuka luka lama dari orang di sekitar saya, atau membuka rahasia selain aib dari orang lain. oelh karena itu, saya mengambil kasus yang bisa dibilang sederhana tetapi memiliki sisi lebih di dalamnya. Mencontek, sesuatu yang sederhana tetapi tidak bisa kita sederhanakan urusannya.

kalau ada yang bertanya siapa yang pernah mencontek di kelas, saya akan angkat jari. saya pernah mengalami masa tidak mau mencontek, masa suka mencontek, dan masa tidak mau mencontek kembali. waktu SD, saya dikenal oleh teman-teman sekelas sebagai anak yang pandai (semoga ini bukan bentuk kesombongan). saya memang dikenal sebagai anak yang tidak mau mencontek dan memberi jawaban ketika ujian. bahkan ada yang menyebut saya pelit karena tidak mau berbagi jawaban. guru-guru pun mengapresiasi sikap saya tersebut. ya, karena saat itu posisi saya sebagai anak yang pandai maka saya tidak mencontek.

tapi ternyata pertahanan saya goyah. ketika EBTANAS, istilah ujian nasional waktu itu, pada mata pelajaran IPS saya mati kutu. tidak seperti biasanya saya tidak bisa menjawab pertanyaan dengan lancar. pesan bang napi, kejahatan bukan hanya karena niat pelaku tapi juga karena ada kesempatan. saat itu kondisinya sangat mendukung untuk berbuat curang. dari dua pengawas ujian, satu keluar ruangan dalam waktu yang cukup lama, sedangkan pengawas yang lain tidur di dalam ruangan. melihan kondisi yang demikian, kami sekelas dengan gotong royong saling berbagi jawaban tidak terkecuali saya. dan itu sebagai titik tolak saya melakukan kecurangan yang kita sebut dengan mencontek.

sikap yang tidak terpuji itu terbawa hingga ke bangku SMP. kadang-kadang saya tidak mau melakukannya tapi sesekali ketika ada kesempatan akan melakukannya juga. sesekali, ya hanya sesekali tidak terlalu sering memang, bukan karena pengawasan tetapi memang kami sebisa mungkin menjawab sendiri meskipun ngawur. sudah ada sedikit kesadaran bagi kami siswa SMP (waktu itu istilahnya masih SLTP) untuk jujur. tapi kadang kala ketika terjepit dan terlalu banyak pertanyaan yang harus dijawab ngawur maka mencontek terpaksa dilakukan. jadi, kehidupan SMP masih cukup labil meskipun sudah ada pemahaman dan kesadaran untuk jujur.

naik ke bangku SMA, kondisinya jauh menurun drastis. seharusnya sikap jujur yang ada ditingkatkan, justru di bangku SMA kejujuran itu seolah tidak ada. kualitas kejujuran di SMA jauh dibawah anak-anak SMP. di sana, kondisi memang sangat mendukung untuk mencontek. mencontek bukan lagi hal yang tabu di SMA. ujian pasti mencontek. memang ada satu dua anak yang jujur, dan saya mengparesiasi itu, meskipun dahulu saya juga kesal karena ia tidak mau berbagi jawaban dengan saya. alhamdulillah meskipun kami curang, Allah masih memberi kesempatan kepada kami untuk lulus dari bangku SMA.

kondisi kembali berubah ketika saya berada di bangku kuliah. di sana, saya bebas untuk bersikap jujur atau pun bersikap curang. banyak dari teman saya yang curang, banyak pula yang jujur. terserah kita mau ikut kelompok yang mana. bahkan sikap abu-abu pun bisa kita lakukan. sikap abu-abu adalah sesekali kita jujur dan sesekali kita curang. dan seperi itulah saya di waktu awal kuliah. sesekali saya berbagi jawaband dengan teman dan kadang saya jujur dengan segala konsekuansi yaitu nilai ujian jeblok.

saya lupa tepatnya semester berapa, yang pasti masih semester awal, saya meninggalkan dunia contek mencontek meski belum seratus persen. saya paham konsekuensi bahwa jika soal ujian sulit, saya tidak bisa menjawab, dan tidak mencontek maka nilai ujian akan jeblok. didukung pula dengan posisi saya sebagai anggota LDF (lembaga dakwah fakultas), saya harus jujur. bagaimana bisa saya menyerukan kejujuran sebagai dakwah jika saya tidak jujur di kelas.

pernah suatu kali, saya selama setengah semester tidak mengukuti perkuliahan karena kerja praktek, dan hari pertama saya di kampus setelah kerja praktek langsung ujian. karena saya tidak pernah mengikuti perkuliahan, tentu saja saya tidak memahami apa materi yang diujikan meski saya belajar dari hand out materi yang diberikan oleh teman saya. dengan segala konsekuensi bahwa saya tidak mencontek, maka saya tidak mencontek dan nilai saya jeblok. bukan saja satu mata kuliah melainkan semua mata kuliah di semester tersebut, ujain mid semester saya jeblok.

alhamdulillah saya sudah tobat dari sikap curang dan dosa yang kiat sebut dengan mencontek. bukan masalah nilai jeblok yang saya khawatirkan, melainkan sikap kebiasaan untuk mencontek dan bersikap tidak jujur. kita harus ingat bahwa orang mencuri berawal dari pertama kali ia mencuri. ketika pertama kali hanya mencuri sepotong kue dan tidak tertangkap maka ia akan terbiasa mencuri benda yang berharga. seperti itu pula saat saya pertama kali mencontek, saat pengawas ujian tidak mempedulikan anak-anak mencontek saat ujian, maka kami terbiasa mencontek.

saya ingat pesan salah satu dosen bahwa ada beberapa sikap yang bisa membuat kita ketika sudah menjadi orang besar melakukan korupsi, mencontek dan titip absen. ketika kita titip absen, ketika kita menjadi anggota dewan kita juga akan terbiasa titip absen dan memakan uang rapat dan gaji buta. dan ketika kita terbiasa mencontek, maka kita terbiasa untuk bersikap curang dan tidak jujur.

berkaitan dengan mencontek, saya kadang mengaitkan dengan sikap membajak produk orang lain. bagaimana hubungannya? ketika sebuah perusahaan misal X memproduksi sebuah produk yang mirip dengan produk perusahaan lain misal Y, sedangkan X tidak mencontek produk Y dan hanya mirip karena faktor kebetulan, maka Y bisa saja menggugat X dengan tuntutan berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual. itu saja yang tidak mencontek, jika saja X terbukti mencontek, maka X telah melanggar hak cipta.

ketika kita terbiasa dengan mencontek dan membajak, maka nilai secara materi dan non materi produk kita tidak ada apa-apanya. bahkan kadang saya sering berfikiran bahwa jika kita dengan sesuka hati membajak produk orang lain, maka kita tidak bolel marah jika produk kita juga dibajak orang lain.

mencontek adalah perbuatan yang kelihatannya kecil tetapi memiliki efek domini yang besar atas sikap kita di dunia dan akan sangat berat ketika efek domino itu sampai di akhirat kelak. semoga kita tidak terbiasa mencontek. tetapi, kita boleh kok mencontek, yaitu mencontek (baca: mencontoh) perbuatan baik orang lain dan kita aplikasikan kepada kehidupan sehari-hari. :)