Mati, Tewas, Meninggal Dunia

saya sering merasa risih ketika mendengar atau membaca berita, khususnya dari media massa, mereka mengatakan mengenai adanya korban "tewas" dalam suatu bencana. bagi saya, kata "tewas" itu konotasinya mengarah ke negatif, seperti layaknya pencuri yang tewas ketika ditembak polisi.

bahkan beberapa waktu yang lalu dari portal berita online memberitakan bahwa suami dari khofifah "tewas" di kamar hotel. seolah-olah beliau ini adalah penjahat atau melakukan tindakan keji di hotel. saya tidak akan memberikan screen shoot portal yang dimaksud, tapi rasanya sudah banyak yang menyadari kalau berita itu menggunakan kata "tewas".

lebih parahnya lagi, beberapa waktu yang lalu ada media tv nasional yang memberitakan mengenai kematian beberapa binatang di kebun binatang surabaya. di berita itu, announcher mengatakan kurang lebih "kembali binatang di KBS meninggal dunia.", "ia (merujuk pada nama binatang) tutup usia pada...". rasanya saya ingin ketawa mendengar berita tersebut.

kata orang, zaman telah berbalik, mungkin ada benarnya. ketika manusia yang terkena bencana dan suami dari tokoh nasional dinyatakan dengan kata tewas sedangkan binatang dinyatakan dengan kata meninggal dunia dan tutup usia.

saya memang bukan ahli bahasa. tetapi saya pernah mendapat pelajaran bahasa Indonesia selama 12 tahun. dulu ketika saya dan kita berada di bangku sekolah, kita pernah diajarkan mengenai konotasi kata. kata mati berkonotasi netral, tewas berkonotasi negatif, meninggal dunia berkonotasi positif [CMIIW].

media-media tersebut bukan anak ABG yang masil labil bukan pula anak alay, melainkan media yang memiliki tanggung jawab atas berita yang disampaikan. pers memiliki etika. etika bukan hanya apa yang tertulis pada peraturan perundang-undangan tetapi juga pada etika moral.

ga ada habisnya ngomongin media massa yang kian suram. semoga ada secercah harapan bagi mereka untuk berbenah.