Hari Pangan Sedunia: Petani Pejuang Pangan dan Gizi Bangsaku

Berbicara mengenai dunia pertanian, satu hal yang bisa kita sampaikan, "hampir tidak ada anak Indonesia yang bercita-cita menjadi petani ketika kelak ia dewasa". Bahkan kebanyakan orang tua berharap agar anaknya kelak jangan menjadi petani. Mereka berharap bahwa yang menjadi petani cukup bapaknya saja, anaknya jangan. Terlebih jika si anak disekolahkan hingga bangku kuliah, akan mendapat cibiran "sekolah tinggi-tinggi kok cuma jadi petani". Padahal jika mereka tahu, nasib pangan dan gizi bangsa dan negerinya ada di pundak mereka, para petani.

Hari Pangan Sedunia: Petani Pejuang Pangan dan Gizi Bangsaku

Banyak dari kita ingin menjadi karyawan, pegawai, hingga menteri yang mengurus dunia pertanian tetapi di sisi lain kita tidak tahu bagaimana mencangkul tanah, bagaimana menanam benih, bagaimana merawat, bagaimana memanen, dan lain sebagainya. Cukup miris mengingat Indonesia adalah negara agraris, setidaknya begitu yang pernah dicanangkan oleh Presiden Soeharto ketika beliau menjadi orang nomor satu Indonesia dulu. 

Pernah membaca cepen "Robohnya Surau Kami" karya AA Navis? Ketika sang kakek yang di kesehariannya menghabiskan waktu di surau tetapi tetap saja divonis masuk neraka karena malas dan tidak memanfaatkan sebaik-baiknya nikmat dari Tuhan. Kita membiarkan orang lain mengelola tanah hijau kita sedangkan itu adalah tanah kita. Setiap bangsa telah diberi nikmat yang berbeda-beda oleh Tuhan. Ada yang diberi tanah gersang tetapi banyak sumber daya mineral semisal tanah Arab. Sedangkan Indonesia telah diberi nikmat berupa tanah yang subur gemah ripah loh jinawi. Mengapa tidak kita manfaatkan?

Petani tulang punggung pangan dan gizi bangsaku baru sebatas teori yang diajarkan dari bangku SD hingga kuliah. Tetapi tidak satu pun dari bangku pendidikan itu, kecuali yang memang jurusannya, mengajarkan mengenai dunia pertanian. Bahkan tidak banyak yang mengajarkan bagaimana menghargai dunia pertanian. Contoh termudah, tidak banyak sekolah, termasuk kehidupan di rumah, yang mendidik anak didiknya untuk tidak membuang makanan. Bahkan banyak dari kita yang suka mencela makanan. Padahal kita semua tahu bahwa makanan adalah produk pertanian.

Kita bisa saja muluk-muluk berbicara mengenai teori-teori perekonomian dan dikaitkan dengan pertanian. Sebagian besar dari kita berkoar-koar mengenai kesejahteraan petani yang tak kunjung membaik. Tetapi semua itu, dalam kaitannya dengan pemahaman petani pejuang pangan dan gizi bangsaku, menjadi omong kosong jika kita tidak menghormati petani, termasuk hasil pertaniannya. Memang tidak semua dari kita ditakdirkan menjadi petani. Tetapi setidaknya kita mau menghormati petani, dunia pertanian, hasil pertanian, dan hal-hal yang terkait dengan itu. Sebagaimana di atas, membuang makanan berarti tidak menghormati petani. Membuang sampah dan limbah di sungai sehingga air yang digunakan untuk irigasi menjadi tercemar.

Hari Pangan Sedunia: Petani Pejuang Pangan dan Gizi Bangsaku
Tanah pertanian ini menunggu diriku
Hari Pangan Sedunia, kita sebagai masyarakat tidak memiliki cukup kuasa dalam hal pengambilan kebijakan dalam hal perekonomian dan pertanian. Kata Aa Gym, mulai dari diri sendiri, mulai dari hal yang terkecil, dan mulai dari sekarang. Saatnya kita menghormati mereka para petani dengan hal-hal yang kita bisa. Jika kita hanya bisa mengkonsumsi, konsumsilah produk pertanian dalam negeri. Kalau kita hanya bisa memakan, jangan buang-buang makanan dan jangan mencelanya. Jika kita bisa bergerak dalam industrialisasi produksi pangan, buatlah produk yang bisa meningkatkan nilai lebih dan tidak mencemari air. Jika memang kita bisa terjun ke dunia pertanian, maka terjunlah dengan sebaik-baiknya. Itulah sebenarnya yang kita sebut dengan profesional.

Sebenarnya saya juga merasa berdosa karena meninggalkan tanah pertanian yang saya miliki dan seharusnya saya kelola. Tetapi saya belum bisa melakukannya sekarang. Insya Allah dalam waktu ke depan saya akan pulang dan menjadi petani. Ada hal yang perlu saya siapkan untuk menuju ke sana. Saya ingin suatu saat ikut serta menjadi pejuang pangan dan gizi bangsa. Dan kelak anak cucu bisa berkata bahwa bapak atau kakek adalah petani hidup mati bangsaku. Semoga Tuhan memberi saya waktu dan kemudahan. Aamiin. :)