Difabel bukan Disabel

Berita TVRISebenarnya saya kurang sreg, meskipun sudah menjadi keumuman, menyebut mereka yang dianggap tidak normal sebagai kaum disabel atau disabilitas. Jika kita runut, disabel berkaitan dengan kata ability atau kemampuan. Dengan kata lain, mereka disebut disabel itu karena mereka tidak mampu. Padahal mereka hanya memiliki kemampuan yang berbeda dengan kita. Difabel atau different ability justru mereka miliki sedangkan kita tidak memilikinya.

Kadang saya malu, dan teramat sangat malu, ketika membaca prestasi-prestasi yang mereka peroleh dengan kemampuan mereka. Banyak penyandang tuna netra atau tuna rungu justru menjadi penghafal Quran. Banyak kaum difabel justru bisa membangun usaha perekonomian dan mempekerjakan sesama difabel lainnya. Sedangkan saya yang katanya normal malah hanya berkutat pada kesibukan yang bersifat rutinitas dan kadang membosankan. Jika kita lihat pada hal ini, saya (dan mungkin Anda) yang katanya normal justru yang perlu disebut disabel, karena tidak mampu bangkit dari rutinitas hidup.

Mereka kaum difabel memiliki cara yang berbeda untuk menjalani hidup. Kita ambil satu contoh yaitu cara berkomunikasi. Dengan bahasa isyarat yang sering digunakan oleh penyandang tuna rungu dan tuna wicara hampir setiap orang yang bisa berbicara normal tidak bisa memahami dan menggunakannya.

Teknologi yang sifatnya komersial dibuat dan dipasarkan lebih kepada masyarakat dengan keumumannya. Sehingga untuk kaum difabel harus menyesuaikan. Misal salah satu penyesuaian yang dilakukan untuk kaum difabel adalah adanya penerjemah bahasa isyarat yang ada di tayangan televisi. Bagi kebanyakan masyarakat tidak memahami bahasa isyarat itu. Begitu pula sebaliknya, para penyandang difabel tuna rungu karena tidak dapat memahami apa yang disampaikan oleh pembawa acara bisa terbantu dengan adanya penerjemah itu.

Banyak hal dalam teknologi yang diciptakan terkait dengan difabel. Tetapi kita sebagai masyarakat yang memanfaatkan teknologi juga harus disesuaikan agar ramah difabel. Maksudnya, kita dalam menggunakan teknologi juga harus menghormati mereka. Misal dalam penggunaan sosial media, kita jangan sampai dengan mudah bercanda dengan kata-kata yang tidak ramah difabel. Banyak dari kita yang masih suka bercanda dengan kata "tuli", "buta", "autis", dan lain sebagainya. Karena menjadi difabel bukan pilihan mereka dan jika kita ditawari untuk menjadi difabel pun kita tidak mau.

Mereka bukan disabel melainkan kaum difabel. Cara mereka menggunakan komputer, ponsel, televisi kadang berbeda dengan kita. Ada bentuk keyboard-nya yang berbeda, ada pula yang fiturnya dibuat khusus untuk mereka, dan penyesuaian-penyesuaian lainnya. Kita sebagai sesama pengguna teknologi juga harus menyesuaikan diri. Kita hidup memiliki saudara yang memiliki kemampuan berbeda. Karena setiap dari kita tercipta berbeda. :)