Pasar Tradisional dan Kehidupan

pasarCowok belanja di pasar tradisional? Bagi sebagian orang, hal ini dianggap aneh. Karena pasar tradisional dianggap tempatnya para ibu-ibu bertransaksi dengan segala tawar menawar harga. Tapi, jika memang itu dianggap aneh, maka saya termasuk salah satu yang aneh itu. Saya saat ini berdomisili di Sukoharjo. Tetapi saya berasal dari Jogja. Selama di Sukoharjo, saya belum pernah sekali pun ke salah satu pasar tradisional di Solo maupun Sukoharjo. Padahal ketika saya di Jogja saya sering ke pasar tradisional. Mungkin karena tidak ada alasan khusus, makanya saya tidak pernah ke pasar tradisional di Solo maupun Sukoharjo.

Saya ketika di Jogja, seringnya ke pasar Tempel. Itu lho, pasar di perbatasan Jogja-Magelang, dekat sungai krasak. Saya awalnya karena membantu orang tua membawa hasil pertanian, salak pondoh, ke bakul di pasar. Awalnya saya dikira mau beli salak pondoh. Padahal saya yang jual ke mereka. Lama kelamaan saya kenal dengan mereka, para bakul yang ada di sana. Karena saya sering ke pasar, saya pun diberi tugas tambahan oleh orang tua untuk berbelanja beberapa keperluan. Dan sekarang saya pun kenal dengan beberapa orang di los daging maupun los sayuran. Tetapi sampai saat ini saya belum kenal satu pun pedagang di los pakaian. hehe.

Dengan segala sisi negatif yang sering terpikirkan mengenai pasar tradisional, sisi kekeluargaan menjadi hal positif yang tidak bisa dilepaskan dari pasar tradisional. Saling kenal dan saling bertegur sapa, hal yang hampir tidak mungkin terjadi di pasar modern. Akan menjadi aneh ketika penjaga toko di pasar modern menanyakan kabar keluarga dari pembelinya. Di pasar modern, yang ada adalah transaksi ekonomi semata. Kita datang, ambil barang, bayar, lalu pergi, begitu seterusnya. Tetapi di pasar tradisional, bukan hal yang aneh ketika bertanya bagaimana kabar keluarga di rumah. Dan bukan hal yang aneh ketika ada pedagang atau pembeli yang biasaya berbelanja memiliki hajat mantu, mereka ikut kondangan. Begitu pula ketika salah satu mengalami musibah semisal ada salah satu anggota keluarga meninggal, mereka ikut melayat.

Revitalisasi pasar tradisional sangat perlu. Pasar tradisional yang selama ini dikenal dengan kotor dan kumuh harus dibuat menjadi lebih bersih dan nyaman. Tetapi di sisi lain, jangan sampai revitalisasi ini justru menghilangkan ruh kekeluargaan yang dibangun di sana. Jangan sampai pasar tradisional diubah dan disulap menjadi seperti pasar modern tetapi antara penjual dan pembeli menjadi tidak saling mengenal. Jika memang begitu, tidak perlu ada revitalisasi. hehe. Karena kekuatan utama dari pasar tradisional adalah saling mengenal, saling bertatap muka, saling menanyakan kabar, dan sering saling berhutang dan memberikan hutangan, saya belum pernah menemui adanya pemakaian media dunia maya, internet beserta sosial media, di sana.

Pasar, terkhusus pasar tradisional, bukan sekedar tempat penjual dan pembeli bertemu untuk kegiatan jual dan beli. Ada kehidupan yang terbangun di sana. Dalam buku Kota di Djawa Tempo Doeloe karangan Oliver Johannes Raap, dijelaskan bahwa pasar adalah salah satu pembentuk kehidupan suatu kota. Dulu ada banyak pasar yang hanya ada di hari-hari tertentu, semisal Pasar Rebo, Pasar Minggu dan sebagainya. Kini pun masih banyak pasar yang hanya ramai pada hari tertentu. Semisal Pasar Tempel tempat saya sering berbelanja, ramai pada pasaran Wage dan Legi, Sedangkan Pasar Sleman akan sangat ramai pada pasaran Pahing, dan sebagainya.

Jika kita mau menelaah kehidupan di pasar tradisional, banyak hal di sana. Tetapi di balik itu, pasar tradisional sudah memberi banyak kehidupan berupa nafkah pada banyak keluarga yang ada di dalamnya. Pasar tradisional adalah kehidupan dan banyak orang hidup di dalamnya. :)