Branding Solo Sebagai Kota Kreatif

Sebenarnya ini tulisan sudah agak terlambat untuk dituliskan. Tapi daripada tidak dituliskan, lebih baik terlambat, hehe. Masih terkait dengan Kota Solo, pada 26 Januari 2016 yang lalu saya mengikuti acara yang diadakan oleh Perhumas Solo mengenai branding Kota Solo sebagai kota kreatif. Pada awalnya saya sebenarnya berfikiran bahwa di sana akan ada semacam press rilis mengenai agenda acara apa yang akan diadakan di Solo untuk membranding Kota Solo. Ternyata harapan saya meleset, tetapi justru lebih dari itu.

Acara diselenggarakan di The Park Mall Solo Baru ini diisi oleh dua panelis yaitu Pak Irfan Sutikno yang merupakan pakar city branding sekaligus koordinator Solo creative city network (SCCN) dan DR Widodo Muktiyo yang merupakan ketua Perhumas Solo.

Branding sempat menjadi kejayaan sekaligus "sisi kelam" ketika berada di dunia politik atau yang lebih dikenal dengan pencitraan. Tidak ada yang salah dengan branding maupun pencitraan atau branding. Hanya saja, ketika digunakan dalam dunia politik yang lebih banyak bermain pada tujuan jangka pendek dan untuk kepentingan pribadi dan golongan, maka branding menjadi suatu hal negatif di mata masyarakat.

Menjadi kreatif merupakan sebuah keharusan, bukan branding. Hal ini mengingat bahwa pada era ini kita berada pada budaya similarity. Kita berada pada sebuah budaya yang sama, mode pakaian yang sama, gadget yang sama (secara fungsi), gaya hidup yang sama, dan kesamaan-kesamaan lainnya. Dengan budaya similarity tadi, budaya menjadi suatu hal yang bisa menjadi pembeda dan sumber inspirasi.

Dengan segala apa yang diselenggarakan di Solo terkait dengan hal-hal yang berbau kreativitas dan budaya, setelah itu apa? Apakah hanya akan berhenti dan terjebak pada hingar bingar kemeriahan saja? Hal ini yang kemudian menjadi pekerjaan rumah bersama, ternyata yang menikmati branding kreativitas tersebut adalah pengusaha kelas kakap. Hal ini dapat dilihat banyaknya mall dan pusat perbelanjaan. Mereka, para pengusaha melihat bahwa Solo ternyata prospek untuk usaha. Dengan kata lain, masyarakat kembali hanya menjadi pasar.

Perjalanan para penggiat humas dan Kota Solo untuk mendapatkan apa hasil dari branding kota kreatif masih panjang. Humas sebagai ujung tombak memperkenalkan Solo dengan segala apa yang dimiliki untuk memperkenalkan keindahan kota Solo. Hal ini juga nantinya akan berimbas pada ekonomi masyarakat. Kota lain mungkin saja lebih ruwet daripada Solo, tetapi mereka melakukan branding dengan lebih baik.

Acara diakhiri dengan foto bersama. Meskipun saya bukan bagian dari Perhumas saya tetap ikut. Ya, karena memang saya datang dengan status blogger. Perhumas akan mengadakan acara serupa yang akan rutin diselenggarakan. Semoga kita bisa lebih tahu mengenai Kota Solo dan brandingnya. :)