LDR Coffee, Alternatif Ngopi di Jogja

Ngobrol di warung kopi
Nyentil sana dan sini
Sekedar suara rakyat kecil
Bukannya mau usil.

Sambil minum kopi
Ngobrol sana sini
Sambil ngadul-aduk kopi
eh jangan bawa ke hati

Demikianlah petikan lirik lagu yang sedang dan selalu nge-hits. Ya, lagu ini kembali menggema di dunia hiburan setelah warkop DKI terlahir kembali meski mereka tidak pernah mati.

Sebenarnya saya sedang tidak mau membahas tentang lagu atau film, cuma sedikit berbicara tentang warung kopi. Memang setiap daerah di Indonesia memiliki warung kopi sebagai tempat berkumpul. Apapun bisa dibicarakan di sana. Pembicaraan mengenai urusan politik hingga obrolan ringan bisa muncul di sana.

Ngopi di LDR

Bisnis kuliner serta bisnis nongkrong di Yogyakarta ibarat jamur di musim penghujan. Tetapi tetap saja masih ada tempat untuk penghuni baru. Hal ini yang rasanya dimanfaatkan oleh LDR atau Lidah Rakyat coffee. Kedai atau warung kopi yang baru 17 Agustus lalu berdiri ini ikut meramaikan bisnis nongkrong di kota pelajar ini. Warung kopi ini buka dari jam 15.00 - 01.00. Mengambil lokasi di Kampung Tiyasan, Condong Catur, Yogyakarta, ancer-ancernya dari Terminal Condong Catur ke utara terus ikuti jalan ke arah jalan kaliurang. Lebih mudahnya buka google map dan ketik "Lidah Rakyat" hehe.

Kedai kopi ini didirikan oleh 3 orang, Zaki, Agus, dan Purbo. FYI saja, Zaki ini adalah teman saya sejak kuliah semester satu dan korban reshuffle kabinet jokowi *peace bro, hahaha*. Pemasaran warung kopi mereka sampai sejauh ini adalah dengan memanfaatkan jaringan yang mereka bangun. Orang-orang yang berdatangan ke sana kebanyakan adalah mahasiswa atau mantan mahasiswa hasil mereka berteman bertahun-tahun. Karena memanfaatkan jaringan, tidak menutup kemungkinan bahkan sangat mungkin dalam beberapa waktu lagi ada menteri (atau mantan menteri) yang akan hadir ngopi di sana.

Untuk menu, karena saya bukan penikmat apalagi penggila kopi, jadi saya tidak tahu bagaimana seharusnya menikmati kopi. Bagi Anda penikmat kopi, silakan mampir dan nilai bagaimana kopi yang disajikan di sini. Sedangkan untuk makanan, saya sejauh ini baru memesan mie goreng dan nasi goreng magelangan, untuk lidah saya rasanya enak. Tidak terlalu banyak minyak yang tertinggal di dalamnya. Sebenarnya ada menu lain semisal omlet, roti bakar, dan lain-lain. Menu ini diolah oleh chef Purbo. Siapa dia? ya salah satu founder LDR coffee.

Menu magelangan


Mengapa namanya LDR atau Lidah Rakyat? Sebenarnya saya belum sempat menanyakan tentang hal ini. Tetapi ada beberapa dugaan mengapa nama ini digunakan. LDR, suatu situasi yang bisa menggambarkan kondisi seseorang. Orang yang mengalami LDR memang memiliki perjuangan tersendiri daripada mereka yang memiliki pasangan yang berada di sisinya. Sedangkan Lidah Rakyat, bisa karena latar belakang organisasi mereka, para founder, yang dekat dengan masyarakat. Juga, sebagaimana di lirik lagu warkop DKI, sambil minum kopi ngobrol sana sini, yang sering diidentikkan dengan kebiasaan rakyat Indonesia.

Warung kopi ini baru sebulan berjalan, jadi pembenahan masih terus dilakukan. Kata mereka, nantinya warung kopi ini akan menjadi sentra diskusi. Konsep sudah ada dan perlahan tapi pasti hal-hal yang mendukung kehidupan warung kopi ini mulai terealisasi. Jika Anda yang berada di Jogja memiliki komunitas, warung kopi ini bisa menjadi alternatif.

Lain kali kita bicarakan lagi mengenai Lidah Rakyat ini. Karena pembicaraan di warung kopi tidak akan ada habisnya meski kopi di cangkir tinggal ampasnya. :)

Update: Warungnya sudah tutup, yang punya sudah jadi tenaga pengajar di Purwokerto dan berdomisili di sana.