Generasi Millenial dan Brand Entification

Generasi Millenial adalah generasi yang pernah mengenal Panji Manusia Millenium, hehe. Ya, istilah millenium beserta turunannya memang marak muncul sejak menjelang pergantian tahun sekaligus pergantian abad dan millenium, tahun 2000 silam. Ketika serial Panji Manusia Millenium tersebut muncul (beserta serial tv lain semisal Saras 008 dan Anak Ajaib), kita masih berada di bangku sekolah, entah itu SD atau sekolah menengah. 


Dari literatur, ada beberapa perbedaan tahun kelahiran generasi millenial atau generasi Y (Gen Y). Dari halaman editor Journal of the American College of Cardiology yang ditulis oleh Anthony N. DeMaria, MD, MACC, generasi millenial adalah mereka (atau kita) yang lahir antara tahun 1980 hingga akhir abad 20. Sedangkan Stewart, dkk (2017) dengan bersumber dari U.S. Census and Bureau mengatakan bahwa generasi millenial lahir antara 1981-1995. K. Lynn Wieck, RN, PhD, FAAN dalam Nurse Leader (2008) mengatakan bahwa generasi millenial lahir antara 1982-1992. Apapun itu, generasi millenial tidak terlepas dari adanya pergantian millenium.

Telah banyak yang menyampaikan bagaimana tipikal anak-anak generasi millenial seperti kita ini yang saat ini berumur 20an hingga 30an tahun. Lalu apa manfaat kita mengetahui tipikal atau sifat-sifat generasi millenial? Salah satunya mengenai bagaimana marketing produk yang ujung-ujungnya mengejar materi. Sashittal (2015) melalui tulisan ilmiahnya yang berjudul "Entifying your brand among Twitter-using millennials", meneliti mengenai bagaimana eksistensi brand di mata millenial. Ini mengenai brand bukan tentang bagaimana penjualan dan loyalitas millenial atas produk.

Ia meneliti ini karena ketika mengajar di kelas, murid-muridnya sering mengecek twitter. Ya karena penelitian ini dilakukan di 2015, saat itu belum ada story instagram atau whatsapp yang diadopsi dari snapchat, hehe. Penelitian ini dilakukan karena memang generasi millenial tidak pernah terlepas dari gadget mereka, sering tenggelam dalam dunia sosial media, skeptis terhadap brand yang sudah ada, serta tidak responsif terhadap media massa. Karena penelitian ini dilakukan di Amerika Serikat, bisa jadi ada sisi yang berbeda dengan di Indonesia.

Banyak brand yang menggunakan sosial media semaca twitter hanya sebagai pengganti dari pamflet dan baliho ditepi jalan. Padahal sosial media telah memiliki "mata uang" baru yang diyakini oleh generasi millenial, yaitu sosial media itu berbicara dan memahami. Banyak brand yang telah memanfaatkan interaksi ini dengan millenial.

Brand entification adalah hasil interaksi antara brand dengan penguna twitter yang menghasilkan atribut terhadap brand. (1) Brand bukan hanya (diibaratkan) manusia yang berbicara dan merespon melainkan selebritas yang dicintai dengan menaikkan status sosial. Jadi, tweeps menge-twit kecintaan mereka terhadap brand. Misalnya, "Dear @Starbucks, I just had hazelnut macchiato and... I think I’m in love". (2) Brand juga dinilai membantu menaikkan narsisme yang nantinya menaikkan status sosial. Mengenai narsisme di kalangan millenial memang sudah banyak penelitian mengenai ini. Semoga lain kali bisa kita bahas lebih lanjut. Ketika Anda sedang ngopi di starbucks, apa yang tidak boleh terlewat? Memfoto satu cup kopi Anda, benarkah demikian? (3) Brand secara natural dan jujur berada di mata konsumen. Tidak ada kepura-puraan yang dibuat oleh brand untuk "memanipulasi" pandangan konsumen.

Kita sebagai blogger, berada di sisi user sekaligus brand. Hampir semua blogger memiliki akun sosial media semisal twitter instagram, atau minimal facebook. Tetapi pengguna sosial media belum tentu memiliki blog. Sebagian besar dari kita adalah generasi millenial yang setiap hari berhadapan dengan brand produk yang kita konsumsi. Kita pun digandeng oleh brand untuk mengkonsumsi brand mereka. Tetapi di sisi lain, kita sedang menjual diri kita dengan personal branding yang tertuang dalam blog. Dan kadang pula kita menjadi perpanjangan tangan dari brand untuk menghidupkan brand mereka tetapi kita pun menjaga personal branding diri kita sendiri. Jadi, kita berinteraksi dengan dua sisi, yaitu pembaca yang merupakan konsumen kita sekaligus dengan brand yang sudah ada.

Setiap dari kita adalah Panji Manusia Millenium. Bukan karena baju superhero dan melawan musuh. Tetapi setiap dari kita memiliki kekuatan. Salah satu senjata kita adalah gadget beserta isinya. Blog beserta akun sosial media adalah senjata kita. Semua terserah kita mau menggunakan senjata itu untuk apa. :)

______
Literatur:
  • Sashittal, Hemant C., dkk. (2015). Entifying your brand among Twitter-using millennials. Business Horizons 58, 325—333.
  • Stewart, Jeanine S., dkk. (2017). Managing millennials: Embracing generational differences. Business Horizons 60, 45—54
  • Wieck, K. Lynn. (2008). Managing the Millennials. Nurse Leader.
  • DeMaria, Anthony N. (2013). Here Come the Millennials. Journal of the American College of Cardiology Vol. 61, No. 15.