Virus Jokowistik

mungkin anda mengira tulisan ini akan menggambarkan kebencian saya kepada jokowi.bukan, saya bukanlah pembenci jokowi, bukan pula orang yang memuja jokowi layaknya dewa. saya hanya merasa benci melihat berita tentang jokowi yang begitu tidak logis. media massa yang ada sekarang kebanyakan berada pada dua sisi, satu sisi melambungkan nama jokowi dan sisi yang lain menjatuhkan jokowi. seolah-olah jokowi adalah pemilik negeri ini, jadi ketika ia bersikap baik ia dilambungkan setinggi mungkin dan ketika ia melakukan kesalahan meskipun sangat kecil dan mungkin bukan ia yang melakukan kesalahan, berita yang ada menginjak-injak sehina mungkin. itulah resiko yang harus ditanggung oleh jokowi, karena nila setitik rusak susu sebelanga.


pada pihak yang pertama, segala tindakan yang dilakuka prestasi yang telah diperoleh sekecil apapun diberitakan. bahkan, hal-hal yang tidak lebih baik daripada yang dilakukan oleh orang lain tapi karena dilakukan oleh jokowi pasti masuk ke media berita. kita ambil contoh, tindakan "blusukan", adalah tindakan yang tidak hanya dilakukan oleh jokowi. silakan anda cari sendiri siapa yang telah melakukannya dengan atau tanpa istilah "blusukan" tersebut. blusukan adalah tindakan yang memang harus dilakukan oleh pemimpin sebuah wilayah. kita harus ingat kisah Umar bin Khattab, ketika beliau mendatangi sebuah keluarga yang harus memasak batu karena tidak ada bahan makanan yang akhirnya beliau memikul sendiri gandum untuk keluarga tersebut. jadi, blusukan bukan lah sebuah perbuatan yang "wah", hanya saja merk "jokowi" memang sedang layak dijual. itu hanya satu contoh, untuk pemisalan yang lain silakan anda cari sendiri. sayangnya, pada pemberitaan jakarta, semua prestasi yang diberitakan adalah prestasi jokowi dan prestasi para gubernur pendahulu dilupakan. misal, kapan monas yang kini menjadi ikon jakarta dibuat, sejak kapan transjakarta beroperasi, kapan kanal banjir dibuat dan sebagainya. bahkan jokowi saja ketika masa kampanye mengatakan bahwa semua sistem sudah ada sekarang tinggal melanjutkan. itu artinya, bukan semata-mata jokowi yang bekerja melainkan semua stakeholder di masa lalu juga punya andil atas kinerja jokowi.


pada pihak yang kedua, selalu dan hanya mengkritisi segala sesuatu yang berakaitan dengan sisi negatif jokowi. pada pihak ini, isinya bukan hanya media yang sejak awal anti jokowi tapi juga media yang bersifat bunglon, ketika jokowi bagus ikut melambungkan setinggi-tingginya dan ketika ada kesalahan ikut menjatuhkan sehina-hinanya bahkan jauh lebih menyakitkan daripada semestinya. misal ketika adanya kasus ditolaknya kartu sehat oleh rumah sakit, apakah itu semata-mata kesengajaan jokowi? tentu saja bukan. ada beberapa hal yang mungkin terjadi, pertama karena kealpaan dari rumah sakit atau kemungkinan lain karena memang ingin menjatuhkan kredibilitas jokowi. atau pada kasus kemacetan yang tidak kunjung usai, kita harus sadar bahwa mengurai kemacetan adalah kerja yang panjang dan tidak bisa instan. tapi, demi menjatuhkan nama jokowi, berita bahwa kegagalan dalam mengurai kemacetan selalu saja digunakan. tidak sedikit pula, pada golongan ini, selalu mengangkat isu liberalisme dan boneka amerika. apakah itu benar? harus ada kajian mendalam untuk hal tersebut. tapi sayangnya, tidak sedikit yang menganalisis tanpa adanya fakta yang jelas akan hal tersebut.


kita harus ingat bahwa media massa bukanlah sistem privat yang hanya berinteraksi antara media dan jokowi melainkan sebuah sistem publik karena media massa dikonsumsi oleh publik. bagi masyarakat, tidak masalah media massa memuji atau menghina jokowi secara berlebihan selama tidak pernah disampaikan kepada publik. tapi, untuk apa berita dibuat jika tidak diberitakan kepada masyarakat? media massa harusnya ingat bahwa masyarakatlah yang mengkonsumsi berita dari media massa. jika kita ingat akan prinsip jual beli, "buat lah apa yang dibutuhkan oleh pembeli" dan bukan masanya lagi "menjual apa yang bisa dibuat". media massa yang ada sekarang kebanyakan menjual (memberitakan) apa yang mereka olah sehingga masyarakat tidak jarang menelan mentah-mentah atas apa yang disampaikan oleh media massa. salah seorang teman pernah mengatakan "logika tanpa logistik, anarki", mungkin itu yang terjadi pada media massa yang ada sekarang, mereka perlu modal (logistik) yang besar untuk bertahan hidup sehingga mengalahkan logika akan memberitakan kebenaran kepada masyarakat.


virus jokowistik pun melanda bukan hanya sekedar di dunia informasi, tapi berlanjut di dunia politik. kita lihat di beberapa pilkada, baju kotak-kotak dan "penjualan" kartu diikuti oleh beberapa calon kepala daerah di tanah air. saya melihat mereka hanyalah meniru dari sisi kulitnya saja. ibarat buah kelapa, satu dengan yang lainnya sama tapi belum tentu isinya sama. jokowi pernah mengatakan, "ini bukan sekedar kartu tapi ada sistem yang berjalan", sistem inilah yang tidak diikuti oleh para follower. sistem bukan hanya yang bersifat teknologi saja tapi juga pengelolaan sumber daya. jika mereka, para follower, menggunakan kulit yang sama dengan jokowi belum tentu kekuatan mentalnya sama dengan jokowi. jokowi tahu akan dirinya dan belum tentu mereka tahu tentang dirinya sendiri.


sekali lagi, media, politik, pemerintahan bukanlah sistem privat melainkan sistem publik karena melibatkan masyarakat di dalamnya. kita sebagai "wong cilik" juga jangan mudah dicekoki dengan anarkisme logika media massa dan ketika meniru jangan hanya sekedar meniru tapi meniru kebaikan. sebaik dan sekuat apa pun hardware dan software tanpa adanya brainware yang mumpuni, keduanya hanya akan menjadi sampah.