Belajar Tentang 9/11 dari G30S/PKI

merah utihapa yang Anda ingat dari peristiwa G30S/PKI? bagi Anda yang terlahir sebelum 1965 mungkin merasakan panas dan mencekamnya hari itu. tapi bagi kita yang lahir di masa pemerintahan Pak Harto atau setelahnya, mungki tidak tahu secara pasti peristiwa tersebut kecuali Anda yang memang berprofesi dalam hal pengungkapan sejarah. kebanyakan dari kita, terutama saya, mendapatkan informasi yang bermacam-macam mengenai peristiwa bersejarah tersebut. ada yang mengatakan kejadian pada hari itu memang ulah dari PKI, ada pula yang mengatakan bahwa kejadian tersebut hanya rekayasa. yang pasti, sampai saat ini masyarakat masih phobia dengan istilah "komunis" dan "komunisme".

komunis maupun komunisme selalu diidentikkan dengan anti agama. jadi, orang yang anti agama selalu dikatakan komunis. isu anti agama terasa lebih mendominasi ketakutan masyarakat dibandingkan dengan isu penyiksaan. tidak sepenuhnya salah jika komunis selalu dikatakan anti agama, tapi saya tidak tahu yang sebenarnya karena saya bukan seorang komunis, jadi jika Anda lebih faham silakan dikoreksi. saya di sini mengutip dari beberapa kalimat di buku pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan SMA. komunis, komunal, komuni, dan istilah sejenis dapat diartikan kelompok. setahus saya, komunisme bukan paham spiritual dan agama. komunisme adalah paham dalam hal ekonomi dan politik. paham komunis mengutamakan kepentingan kolektif dan menghapuskan kepentingan individu. urusan agama adalah urusan individu dan itu akan menghambat sistem. dalam komunisme, negara sebagai sebuah perusahaan yang memonopoli perdagangan. tidak ada produk lain selain produk dari negara. jadi, anti agama adalah efek samping, dan komunisme bukan kelompok spiritial.

apa hubungannya dengan peristiwa 9/11? masyarakat Indonesia menjadi phobia terhadap komunisme setelah peristiwa G30S/PKI. seperti peristiwa tersebut, seolah-olah masyarakat dunia, tidak terkecuali Indonesia dan umat Islam sendiri, dibuat phobia dengan Islam setelah peristiwa 9/11. setelah kejadian WTC, bom bali I dan II, dan serangkaian bom di mana-mana, Islam selalu diidentikkan dengan terorisme. saudara-saudara kita yang memelihara jenggot, menggunakan celana di atas mata kaki, menggunakan burqa/cadar banyak diasosiasikan dengan teroris. didukung pula dengan gejolak politik timur tengah yang akhir-akhir ini memanas, umat Islam seolah-olah dibuat malu dengan agamanya sendiri.

jika komunisme selalu diidentikkan dengan anti agama, sebenarnya kapitalisme dan liberalisme juga bisa dikatakan anti agama. masyarakat liberal selalu dan hanya mengutamakan otak dalam memahami peristiwa dunia. semua adalah akibat dari peristiwa renaisans yang memisahkan agama dengan keduniaan. agama selalu dikaitkan dengan mistisme yang menghambat kemajuan. masih ingat teori mengenai darwin mengenai evolusi? terlepas dari debat yang ada, Tuhan ditiadakan dalam teori ini.

jadi, jika parameter kita hanya anti agama, lalu kita membenci komunis, kita juga harus benci kepada kapitalisme dan liberalisme. jika parameter kita adalah propaganda asing, kita juga harus membenci keduanya. kita, baik secara personal maupun negara, ibarat keluar dari mulut buaya tapi masuk ke mulut singa. kita keluar dari sistem politik komunisme yang dikembangkan oleh Uni Sovyet dan Cina tapi kita masuk ke jeratan sistem Amerika. kita punya sistem sendiri yaitu koperasi atau kita juga punya yang syar'i yaitu ekonomi syariah. kenapa kita tidak mau mandiri? semua karena uang yang masuk ke Indonesia.

terlalu berat jika berfikir secara negara, mari kuatkan diri kita masing-masing untuk tidak menjadi korban berikutnya. orang-orang yang ditengarai komunis telah diluluhlantakkan, kita tidak bisa menjamin kalau kita akan menjadi korban berikutnya karena kita Islam. tapi kita tidak boleh takut karena Islam. mengutip dari kajian di radio, "Islam tidak akan mungkin hilang dari muka bumi, tapi tidak ada yang bisa menjamin Islam akan selalu ada di bumi Indonsia.

bagi sahabat-sahabatku yang beragama lain, semoga toleransi tidak akan hilang hanya karena uang. "bagiku agamaku, bagimu agamamu".