Pertamina Hanya Rugi Bukan Bangkrut

a41bd2fd0e2b16cac56124fde484f7e8_lbisering kali kita mengeluh karena mahal dan langkanya BBM dan gas LPG. bebarapa hari yang lalu harga LPG 12 kg naik, beberapa bulan yang lalu harga BBM bersubsidi naik, dan akhir-akhir ini gas LPG 3 kg cukup sulit didapatkan. saya yang tinggal di daerah yang meski di kampung tapi tidak pelosok amat tetap merasakan sulitnya mendapatkan gal LPG 3 kg. *Mendapat LPG 3 kg seperti menemukan jodoh, sulit banget #eeeaaa*


sering ketika akan terjadi kenaikan harga, baik itu LPG atau BBM yang mana Pertamina sebagai operatornya, atau kenaikan TDL (Tarif Dasar Listrik) yang dilakukan PLN, mereka akan mengatakan "perusahaan mengalami kerugian". padahal kalau saya tidak salah, (maaf saya tidak menemukan cukup data dan bukti), beberapa bulan yang lalu pertamina berhasil membukukan laba terbesar sepanjang sejarah [CMIIW]. lho, di satu sisi rugi tapi sisi yang lain kok laba?


di sini terjadi perbedaan persepsi antara kita sebagai konsumen dengan Pertamina (atau perusahaan lain) sebagai operator atau produsen. saya bukan bagian internal perusahaan jadi hanya membaca dari luar saja. bagi kita, konsumen, definisi rugi adalah pendapatan kurang dari pengeluaran. jadi jika gaji kita sejuta dan belanja kita dua juta, kita nombok sejuta. bagi kita rugi itu kondisi ketika kita harus nombok.




[caption id="" align="aligncenter" width="384" caption="sumber: pertamina.co.id"]sumber: pertamina.co.id[/caption]
sedangkan bagi perusahaan mana pun, tak terkecuali pertamina, yang dimaksud rugi adalah pendapatan tidak sesuai dengan harapan/ekspektasi. misalnya kita mendapat pendapatan dua juta sedangkan pengeluaran kita hanya sejuta, tapi jika di awal kita sudah mengharapkan pendapatan tiga juta, maka kita masih rugi sejuta.


memang definisi rugi banyak sekali tapi bagi perusahaan rugi bukan sekedar nombok. harapan dibangun bukan sekedar keinginan semata tapi ada hitung-hitungan ramalan berapa yang harus didapatkan dan dikeluarkan dalam waktu setahun, sebulan, seminggu, sehari, bahkan sampai unit waktu terkecil.


kita harus ingat bahwa pertamina tidak hanya mengurusi masalah BBM bersubsidi, tapi non subsidi pun harus digarap. ini yang membuat perusahaan ini mendapat laba. subsidi berarti pemerintah membayar BBM yang kita pakai kepada pertamina.


ketika pertamina menyatakan laba terbesar sepanjang sejarah tadi, pertamina juga memberi embel-embel "laba tersebut sebenarnya masih bisa lebih besar jika saja subsidi BBM bisa dikurangi". di sini saya merasa ada gap antara pertamina sebagai operator dan masyarakat sebagai konsumen. saya merasa bahwa masyarakat bukan konsumen semata tetapi secara de facto adalah pemilik perusahaan ini meski secara de jure yang memiliki adalah pemegang saham termasuk di dalamnya pemerintah.


saya merasa tidak ada komunikasi antara pemerintah, masyarakat, dan pertamina. yang ada adalah ketiga entitas tersebut bergerak sendiri meski saling tergantung. jadi yang ada sekarang adalah saling menyalahkan seperti lingkaran setan. pemerintah dan pertamina menyalahkan masyarakat yang tidak hemat BBM, masyarakat menyalahkan Pertamina dan pemerintah karena tidak menyediakan BBM yang murah, pemerintah menyalahkan pertamina karena pasokannya lambat, pertamina menyalahkan pemerintah karena tidak kunjung menyediakan uang subsidi, dan lain sebagainya.


terus solusinya? saya tidak tahu. lha wong mereka yang sekolah tinggi bahkan sampai tingakatan profesor, ahli bisnis, ekonomi, komunikasi, dan politik saja tidak tahu cara memecahkannya, kok saya. saya juga ga tahu. hehehe. yang saya tahu, saya pagi ini sarapan pakai apa? mau masak tabung LPG kosong nih. :D