Politik Ular

pernah mendengar istilah "politik uang"? pasti pernah bahkan sering. politik uang itu secara sederhana berarti memberi sejumlah uang untuk memenangkan pertarungan politik. bagi saya yang hidup sebagai masyarakat awam, politik uang ini dibagikan kepada calon pemilih dalam pemilu agar mencoblos si pemberi uang di TPS nanti. tapi, kecenderungannya kini berubah, yang ada adalah politik ular. bukan berarti memberi ular lho ya...


saya tidak tahu tren ini berkembang sejak kapan, tapi sepertinya jauh sebelum reformasi sudah ada tetapi saya saja yang tidak tahu. saya baru menyadari beberapa bulan yang lalu ketika diselenggarakannya pilkades di desa saya. kalau pemilu baik itu pilpres dan pileg serta pilkada, mungkin tidak terlalu terasa panasnya politik ular ini, tetapi ketika pilkades, rasanya panas banget.





[caption id="attachment_29" align="aligncenter" width="384" caption="suasana pilkades beberapa bulan yang lalu"]suasana pilkades beberapa bulan yang lalu[/caption]

sering kita mendengar pesan "terima uangnya tapi jangan pilih orangnya" yang disampaikan untuk meminimaliasi terjadinya politik uang. tetapi, yang terjadi atas pesan tersebut justru politik ular, uang dari partai merah dimakan, uang dari partai biru dicaplok, uang dari partai kuning ditelan. mereka yang suka menjadi "ular" ini dengan muka tanpa dosa ikut menjadi tim sukses di dua atau lebih calon atau partai peserta pemilu. tujuannya bukan memenangkan calon, melainkan mencari amplop yang pasti dibagikan.


sebagaimana yang terjadi di pilkades kemarin, ada orang yang dengan sangat meyakinkan mendukung calon A. ia bahkan berani bersumpah bahwa jika ia diajak oleh calon lain, ia tak mau. tetapi, ketika mendekati calon B, ia mengatakan hal yang sama. dengan demikian ia mendapatkan kepercayaan dari yang mencalonkan diri sehingga mendapat amplop dari calon, tentu saja dua calon sekaligus. parahnya, ia justru mengadu domba kedua calon dengan cara liciknya. yang juga parah, ketika ia diberi amanah oleh si A untuk membagikan uang ke warga, uang itu justru masuk kantongnya sendiri. begitu pula amplop dari B.


di pemilu legislatif bukan menyurutkan tindakan mereka. pilkades saja yang notabene orangnya dikenal, uangnya dikuras apalagi pemilu yang calonnya belum dikenal luar dalam. tentu saja lahan bagi mereka untuk menguras kantong calon tanpa mempedulikan warga. ini fakta yang terjadi di lapangan. ada tokoh masyarakat (bukan dari kampungku sih) yang secara meyakinkan menjadi timses partai biru-kuning, tetapi di lain hari ia menjadi timses partai kuning.


bagaimana saya tahu? saya bukan orang yang turun langsung ke lapangan, semua itu saya dengar dari mereka yang melakukan dan berdekatan dengan pelaku. ada sosialisasi caleg di kampung A dan di kampung B, ternyata yang datang orangnya itu-itu saja. bahkan di beberapa puluh yang tahu, kejadian seperti ini sudah sering terjadi dan baru tahun ini ia mengaku pernah melakukannya dan menceritakannya pada saya *gubrak*.


mengapa ular? ular itu, khususnya ular piton dan sejenisnya, apa pun dimakan karena ia omnivora. bahkan ketika makan ia tidak dikunyah melainkan caplok langsung telan. ular pun kalau sudah makan ia tidak minum. pernah lihat ular yang minum setelah makan? bagi kami orang kampung, orang yang apapun dimakan tanpa mempedulikan orang lain ia diidentikkan dengan ular.


"keburukan pasti akan berbuah keburukan", ketika ada yang mau berbuat curang dengan melakukan politik uang, maka akan ada orang yang lebih curang lagi, orang yang melakukan politik ular. orang curang dicurangi oleh orang yang lebih curang. mau kita dipimpin oleh orang curang? kalau saya sih ogah.