Kampanye Door to Door, Serius?

Banyak orang baik pengamat maupun orang yang suka mengamat-amati mengatakan bahwa kampanye dengan mengumpulkan orang di lapangan dan berkonvoi sudah bukan teknik yang efektif. mereka mengatakan bahwa tindakan tersebut hanya hura-hura dan tujuan dari kampanye tidak tercapai. visi-misi partai, caleg, atau capres tidak tersampaikan kepada calon pemilih. kemudian cara yang paling efektif agar visi misi tersampaikan adalah dengan cara door to door dan menemui calon pemilih secara face to face. benarkan?



coba kita bayangkan jika semua partai politik melakukan teknik door to door ke semua rumah yang ada di Indonesia. anggap saja rumah kita berada di lokasi yang cukup strategis untuk dikunjungi, jika ada dua belas parpol nasional dan semuanya datang ke rumah mengajak bercengkerama, apakah benar jika kita akan menyambutnya dengan tangan terbuka? jujur saja, bagi sebagian besar dari kita, jika ada yang datang tidak diundang dan berkampanye, kita akan merasa terganggu. iya apa iya?


jika keduabelas partai itu datang dalam hari yang berbeda, maka dalam duabelas hari baik itu berurutan maupun tidak kita akan menerima tamu yang datang hanya untuk berkampanye. itu hanya dari parpol saja. jika setiap parpol ada delapan hingga sepuluh orang caleg, maka dalam satu periode kampanye akan didatangi puluhan caleg. bisa-bisa yang satu baru saja pergi sudah datang lagi caleg yang lain. pusing ga tuh?


atau ketika kita sedang makan di warteg atau menunggu angkot di halte, tiba-tiba didatangi orang yang tak dikenal dan memperkenalkan diri bahwa dia adalah caleg, terus diajak ngobrol ngalor-ngidul gitu, apakah tidak merasa risih? baru beranjak dari halte yang satu, naik angkot ketemu caleg yang lain, turun dari angkot ketemu calon yang lain. malah pusing kan?


mungkin itu terlalu mengada-ada. tapi sebenarnya kita sering mengalami tapi dalam bentuk yang lain. seringkah rumah Anda didatangi oleh sales? atau ketika di bandara tiba-tiba didatangi oleh agen kartu kredit? bagi sebagian orang mungkin tidak masalah, tapi bagi orang lain sangat mengganggu. itu juga yang terjadi jika semua caleg "berganti profesi" menjadi sales.


sering bukan kita menemui tulisan di komplek perkampungan "sales dilarang masuk"? jika caleg benar-benar menjadi sales dari partai dan dirinya sendiri, maka bukan hal mustahil jika akan ada tulisan "caleg dilarang masuk".


door to door, kampanye terbuka, konvoi, pemasangan baliho, pembagian kaos, atau penggunaan alat kampanye lainnya perlu dilakukan selama tidak lebay. sejujurnya banyak kalangan masyarakat suka dengan kampanye terbuka karena hiburannya. apakah salah jika masyarakat mencari hiburan? hanya saja, hiburan yang disajikan seharusnya tidak melampaui batas. pesan KH Zainuddin MZ, hiburan yang ada seharusnya tidak hanya sekedar tontonan tapi juga ada unsur tuntunan. jadi tantangan untuk parpol dan caleg adalah menyediakan kampanye yang inovatif dan bermutu. :)