Ajining Diri Dumunung ing Lathi

Ajining diri dumunung ing lathi, ungkapan ini pertama kali saya dengar ketika saya duduk di bangku SMP. dalam Bahasa Indonesia kurang lebih harga diri seseorang berada di ucapannya. sebenarnya masih ada kelanjutannya yaitu ajining raga ana ing wusana atau harga dari badan berada pada busana. akan tetapi cukup bagian pertama saja yang kita bahas. bahkan pembahasan tidak akan mencakup filosofi karena itu bisa menjadi kuliah 3 SKS dan saya pun tidak memahaminya. hehehe

mulutmu harimaumu, kurang lebih artinya mirip dengan ungkapan tersebut. akan tetapi ungkapan tersebut jika kita pahami, bisa lebih tajam daripada sekedar diterkam harimau. mulut ketika berkata yang baik maka akan mencerminkan harga diri yang mengucapkannya. begitu juga dengan ucapan yang buruk maka akan mencerminkan kepribadiannya yang buruk. apa pun yang kita keluarkan melalui lisan maka akan kembali kepada diri kita.

ketika kita mengucapkan hal-hal yang buruk maka bukan sekedar "kecelakaan" yang akan kita alami. orang yang sakit hati karena ucapan kita bisa saja membalas ucapan kita dengan ucapan atau tindakan yang lebih mematikan. tetapi ada akibat jangka panjang yang bisa lebih fatal.

ibarat gajah mati meninggalkan gading harimau mati meninggalkan belang, harga diri seseorang yang tercermin dari ucapan akan selalu diingat orang meski yang mengucapkannya telah meninggal. ketika meninggal inilah kefatalan itu terjadi. ketika meninggal kita pasti mengharap doa dari orang-orang yang masih hidup. bagaimana bisa orang-orang mau mendoakan kita jika kita selama hidup tidak menghargai orang lain meski hanya melalui ucapan lisan?

ucapan menggambarkan harga dirinya. kini ucapan bukan lagi hanya sesuatu yang keluar dari mulut berupa suara. kini ucapan bisa jadi tidak bersuara yakni berupa tulisan di media sosial. kita mengenal dengan istilah chat/chatting yang mana dalam Bahasa Indonesia berarti bercakap-cakap, bercengkerama, ngobrol, dan lain sebagainya. kita membuat status di media sosial semisal facebook, twitter, path, instagram, dan masih banyak varian sosial media lainnya juga harus berhati-hati.

tadi sore (28/8/2014) ada salah seorang mahasiswi di Jogja membuat status di path yang mana isinya menjelek-jelekka Jogja. sebab awal dia berucap di media sosial tersebut adalah karena ia tidak mau mengantri jalur motor di SPBU dan menyerobot ke jalur mobil. akibat dari ucapannya tersebut ia di-bully oleh para netter baik facebook maupun twitter (karena saya hanya punya akun di dua sosial media itu :) ).

bukan hanya mem-bully tetapi juga sebagaian dari masyarakat jogja melakukan aksi damai untuk mengusir mahasiswi ini keluar dari jogja. dengan kata lain, karena ucapan di media sosial, mahasiswi ini telah merusak harga dirinya sendiri di depan masyarakat jogja. dan karena sosial media tidak bersifat regional melainkan seluruh dunia bisa mengakses, ia telah "melacurkan diri" dan diketahui oleh netizen di seluruh dunia.

update (29/8/2014) yang bersangkutan telah meminta maaf dan berjanji untuk menjadi orang baik. alhamdulillah, tentu saja kita harus memberi maaf dan semoga niatnya untuk berubah dimudahkan. tulisan ini tidak pernah diniatkan untuk ikut mem-bully hanya sekedar contoh kasus. :)

kasus lain, masih ingatkah kita dengan sosok public figure yang suka berucap kurang mengenakkan di instagram? yah silakan jawab sendiri siapakah dia. meski kasusnya sudah berlalu cukup lama, tetapi ketika menyebut nama beliau atau menyebut kata instagram maka kita akan ingat dengan kasus-kasus beliau. sudahlah untuk yang ini tidak perlu kita lanjutkan ndak di datengi sama paspampres
ups keceplosan. hehehe.

bagaimana dengan ucapan yang benar-benar terucap dari lisan? ingat dengan Bung Karno? kalau tidak tahu siapa beliau sungguh kebangetan. bagaimana cara beliau berbicara di atas podium? menggelora dan menggetarkan hati siapa pun yang mendengarkannya. karena kemampuan berpidatonya, beliau dan Indonesia disegani oleh dunia internasional. dengan kata lain harga diri Bung Karno dan harga diri Indonesia begitu tinggi. dan sampai sekarang rekaman suara Bung Karno masih banyak yang memburunya. meski beliau sudah wafat tetapi geloranya masih bisa kita rasakan.

semua kembali kepada diri kita masing-masing. mau menempatkan diri kita di tengah masyarakat dengan harga diri yang baik atau buruk. salah satunya dengan menempatkan ucapan kita kepada orang lain. bukankah Rasulullah Muhammad SAW sudah berpesan bahwa jika kita tidak bisa berbicara yang baik maka lebih baik diam. semua pilihan kembali pada kita sendiri. :)

NB: baca juga tulisan mengenai ungkapan/idiom alon-alon waton kelakon, diam itu emas dan mengalir seperti air