Masalah di Balik Kereta Yogyakarta Magelang

Beberapa hari ini sedang santer terdengar bahwa kereta api Yogyakarta-Magelang akan segera diaktifkan kembali. Hal ini guna untuk mengatasi masalah transportasi, serta mendukung pariwisata yang ada di Yogyakarta dan Magelang. Tentu ini adalah kabar gembira bagi masyarakat Yogyakarta dan Magelang. Saya sebagai generasi yang lahir di tahun 80an, hanya sebatas mendengar kisah kereta Jogja-Magelang dan melihat sisa-sisanya saja. Besar harapan saya bisa menikmati kereta api Jogja-Magelang ini.

Masalah di Balik Kereta Yogyakarta Magelang

Di balik harapan yang besar ini, tentu ada potensi masalah di belakangnya. Mulai dari aset berupa rel yang sudah dicuri dan dijual secara ilegal hingga lahan yang sudah dimukimi oleh warga. Masalah tanah memang sangat krusial. Di pengaktifan kembali kereta api Jogja Magelang ini, masalah tanah juga bisa saja terjadi. Saya mendengar sedikit cerita dari saudara yang mana depan rumahnya adalah tanah PJKA yang didiami dan didirikan rumah oleh warga. Kata beliau, tanah-tanah dan rumah-rumah tersebut tidak bisa disertifikatkan karena memang hak milik ada pada PJKA.

Awalnya, PJKA sebagai pemilik tanah hanya berpesan kepada warga bahwa tanah-tanah tersebut boleh digunakan untuk menjemur gabah, pakaian, dan sejenisnya. Tetapi lama kelamaan, yang tinggal di sana turun ke anak dan cucu. Mereka tidak tahu menahu akan kesepakatan antara PJKA dan orang tua atau simbahnya. Yang mereka tahu itu tanah sudah didiami oleh keluarga sejak lama, akhirnya dibangun rumah secara permanen.

Manajemen konflik tentu sudah dipertimbangkan oleh pihak KAI. Justru biasanya yang membuat ricuh adalah pihak-pihak di luar dan tidak tahu duduk masalahnya tetapi ikut campur. Misal, ekstrimnya jika nanti terjadi penggusuran, akan muncul LSM-LSM yang dengan atas nama HAM berteriak-teriak. Padahal sejak awal warga memang tidak memiliki letter C dan/atau setifikat tanah.

Besar harapan untuk hidupnya kembali kereta api Yogyakarta-Magelang. Semoga masalah-masalah yang ada di belakangnya bisa diminimalkan oleh pihak-pihak yang berkompeten. Dan bagi kita yang memiliki tanah yang belum tersetifikasi, segera diurus ke badan pertanahan setempat. :)