Menjadi Tempat Curhat

Beberapa waktu lalu ada rekan blogger pria yang ngetwit kalau dia jadi teman curhat dan tidak jarang pula yang curhat adalah mahmud alias mamah-mamah muda. Saya merasa di setahun ke belakang saya juga demikian. Sering kali teman-teman saya butuh teman curhat dan larinya ke saya. Baik itu ketemu secara langsung maupun via online semisal BBM atau WA. Sampai-sampai saya bercanda dengan teman, mungkin saya perlu pasang plang promosi "melayani curhat gratis", hehe.

Menjadi Tempat Curhat

Dulu waktu masih kerja di Solo, saya mengikuti training yang diadakan oleh perusahaan, yang mana salah satu materinya sudah saya sampaikan mengenai 8 kunci sukses. Salah satu materi lain yang ada di dalam training itu adalah curhat. Tepatnya bernama apa saya lupa, yang pasti di sesi itu kita curhat satu sama lain. Dengan peserta kurang lebih 50 orang yang telah terbagi dalam lima kelompok dan masing-masing kelompok berisi sekitar 10 orang, di dalamnya kita curhat.

Semua peserta di dalam kelompok itu harus menyampaikan mengenai masalahnya, baik terkait dengan pekerjaan, sosial, keluarga, atau bahkan pribadi. Aturannya sederhana, kita duduk melingkar dan ada satu fasilitator yang berada di tengah. Ketika salah satu orang bercerita tentang masalahnya, kesembilan peserta lain mendengarkan. Jika masalah sudah disampaikan, tiga orang di sebelah kirinya menceritakan kisah yang pernah dialaminya yang mana mirip dengan kasus yang terjadi pada orang pertama. Jadi jika orang pertama bercerita tentang pekerjaan yang tiada habisnya, ketiga orang berikutnya tersebut menceritakan hal yang sama tetapi yang pernah terjadi pada dirinya. Kemudian ketiga orang berikutnya bertugas mengapresiasi atau menyemangati atas apa yang telah dilakukan oleh pihak pertama. Tiga orang ini, dan berlaku pula pada semua peserta, dilarang memberikan judgement atau penghakiman tidak pula memberikan solusi. Yang ada adalah mendengarkan dan mengapresiasi serta menyemangati. Begitu seterusnya hingga semua peserta curhat atas masalahnya masing-masing.

Materi curhat di dalam training cukup bermanfaat bagi posisi saya di perusahaan. Dengan anak (kami di pabrik memang lebih suka menyebut anak dan bapak daripada anak buah) yang berasal dari latar belakang yang berbeda dan banyak yang masih muda, saya sering dicurhati oleh mereka. Entah urusan pekerjaan, keluarga, kesehatan, dan lain sebagainya. Paling pusing jika dicurhati masalah perjodohan dan keluarga mertua, saya saja masih njomblo, hehe. Di sana saya belajar bagaimana mendengarkan tanpa memberikan judgement atau penghakiman. Tidak pula memberi solusi karena orang curhat tidak selalu meminta solusi.

Rasanya saya harus bersyukur karena ada orang-orang yang mau curhat ke saya. Mengapa harus bersyukur? Karena tidak semua orang dipercaya untuk mendengarkan apa masalahnya. Kedua, ternyata masalah tidak hanya saya sendiri yang memilikinya. Banyak di luar sana yang masalahnya lebih rumit dan runyam daripada masalah saya sendiri. Ketiga, dengan dicurhati saya belajar bagaimana bersimpati dan berempati. Dengan hanya mendengarkan saja tanpa memberikan judgement dan solusi, itu berarti saya harus meredam ego saya. Paling-paling yang harus saya lakukan adalah saya bercerita mengenai kasus yang pernah terjadi pada diri saya yang mirip dengan kasus dia. Lalu saya mengapresiasi dan menyemangati dia. Sama persis seperti apa yang ada di dalam training.

Menjadi teman curhat ternyata menyenangkan. Saya bisa menjadi dekat dengan mereka dan jika suatu saat saya harus curhat saya jadi tahu kepada siapa saya harus bercerita. Tetapi di balik itu semua, saya sering dicurhati di sisi lain saya adalah orang yang tertutup dan tidak mudah untuk curhat. Piye jal? :D