Membangun Reputasi Online

Kita hidup dimasa ketika setiap orang kepo dengan kehidupan orang lain. Stalking menjadi hobi baru di era digital. Entah itu calon jodoh, mantan calon jodoh, bahkan yang tidak ada urusan dengan jodoh sekali pun. Mereka akan sekuat tenaga untuk mencari segala kekurangan dan keburukan dari diri kita sehingga memiliki bekal senjata untuk menjatuhkan. Mereka tidak akan mencari yang baik-baik dari diri kita. 


Mungkin dari kita ada yang menyatakan hal yang lazim, buat apa mempersoalkan perkataan orang lain yang belum tentu jelas kebenarannya. Tetapi, bagaimana jika yang disampaikan tentang kita itu adalah fitnah? Ya bagi sebagian orang akan bermain di jalur hukum. Tetapi, meng-counter-nya pun saya rasa perlu. Saya ingat dengan kejadian beberapa tahun lalu, saya lupa waktu itu Liga Blogger Indonesia musim atau tahun berapa, ada akun twitter yang berusaha menebar berita-berita buruk tentang mbak Rohani Syawaliyah (honeylizious.com), salah satu peserta LBI. Dari kata-katanya, jelas yang mereka katakan adalah banyak fitnahnya.

Kita hidup di era digital. Reputasi atau nama baik pun dibangun selain di ranah offline juga ada di online. Reputasi online bukan sekadar hubungan kita dengan orang lain secara orang per orang. Melainkan diri kita dengan mereka publik kebanyakan penghuni dunia digital secara sekaligus. Reputasi online maupun offline adalah output dari branding yang kita bangun selama ini. Bukan lagi sekadar bagaimana tulisan yang kita sampaikan ke publik lewat blog maupun sosial media. Jaringan atau networking sangat dibutuhkan untuk membangun reputasi yang baik. Atau dengan kata lain reputasi online adalah seberapa baik diri kita di mata mereka di dunia digital.

Semakin tinggi suatu pohon, semakin kencang pula angin yang menerpa. Semakin kita dikenal di ranah online, semakin banyak orang yang berusaha mencari kekurangan kita. Bermodal search engine, mereka akan mengorek kekurangan kita. Jika tidak menemukan, mereka akan menciptakan "berita" versi mereka sendiri yang kemudian menjadi hoax. Sehingga, tulisan di blog dan status di sosial media milik kita harus menyediakan fakta yang seharusnya mengenai diri kita sendiri. Sekelas Nabi pun ada yang membenci. Apalagi kita yang apalah ini. Meng-counter memang perlu, tetapi seperlunya saja. Mereka akan lelah karena kebencian mereka. Kita harus fokus untuk menebarkan virus positif. Dengan demikian, reputasi online kita bisa terjaga.

Akan berbeda cerita jika kita memang sudah terlanjur menjadi public figure, tentu memerlukan sumber daya yang lebih besar. Jika perlu menyewa pihak ketiga yang khusus membangun branding dan meng-counter berita buruk. Tetapi tentu akan berbeda gregetnya jika kita membangun branding itu mulai dari nol, ketika kita bukan siapa-siapa. Tentu reputasi online kita akan awet bertahan dan tidak mudah tumbang. Jadi pilihan ada pada kita, mau membangun reputasi online secara instan atau secara perlahan.

Jadi kesimpulannya ada dua tips membangun reputasi online yang baik:
  1. Jika Anda punya cukup uang (biasanya public figure), bayar jasa manajemen reputasi online. Mereka akan meninggikan nama Anda di search engine hingga sosial media.
  2. Tetapi jika Anda tidak punya cukup uang, bangun branding mulai dari nol, buat diri Anda sendiri menjadi orang yang baik, ceritakan kalau Anda adalah orang baik, membangun jaringan dan berkumpul dengan orang-orang baik, dan ini semua dilakukan dalam waktu yang panjang.
Kita memang sebaiknya tidak terlalu merisaukan berita buruk tentang diri kita. Tetapi di sisi lain kita pun berdoa agar terhindar dari fitnah baik semasa hidup maupun nanti sesuah mati. Sehingga menjadi baik adalah kewajiban. Reputasi online maupun offline akan mengikuti ketika kita kita sudah benar-benar menjadi orang baik. 😊