UII Mengubah Kampung Menjadi Kampus

Beberapa hari ini saya sering ngobrol dengan teman saya, mengenai semakin ramainya Yogyakarta beserta kehidupan kampus di dalamnya. Memang beberapa tahun ini kemacetan di Jogja begitu terasa. Dan kemacetan ini seiring dengan semakin tumbuhnya kuantitas serta kualitas kampus di Yogyakarta. Dan ujung dari pembicaraan kami selalu mengenai kampus tercinta, Universitas Islam Indonesia, UII.


UII pada beberapa tahun lalu mungkin dianggap sebagai kampus "buangan" calon mahasiswa yang tidak diterima di UGM. Tetapi, kini kondisinya sudah bergeser. Teman saya bercerita bahwa ada orang tua calon mahasiswa yang sangat ingin masuk ke jurusan kedokteran. Si orang tua beserta anak tidak mau ke kampus lain, "pokoknya UII". Di program studi lain pun UII memiliki kekhasan yang tidak dimiliki oleh kampus lain. Semisal untuk program pascasarjana MTI, ada Digital Forensic dan Informatika Medis.

Di satu sisi, letak geografis UII jauh dari pusat kota. Ada di Jl Kaliurang Km 14,5 yang berarti 14,5 km dari pusat kota Yogyakarta. Bahkan kalau dari puncak merapi hanya sekitar 17 km. Beberapa hari lalu saya bertanya kepada teman yang usianya sudah cukup sepuh mengenai kondisi tempat itu semasa beliau kecil. Beliau mengatakan saat belum menjadi kampus, tempat itu adalah hutan.

Yang selalu menjadi kekaguman saya kepada petinggi UII saat itu, begitu beraninya membuka kampus di daerah antah berantah, tengah kampung, tengah hutan, jauh dari keramaian kota. Dan kini kampung dan hutan itu berubah menjadi kota baru. Sebagian besar arus kendaraan dari kota ke arah atas (karena UII berada di bagian atas kota Jogja) akan bermuara di kampus UII. Bisa dibilang, jika tidak ada UII, tempat itu akan tetap menjadi kampung, jauh dari hiruk pikuk keramaian masyarakat, sama seperti kampung saya, hehe.

Kasus kematian tiga adik kami di Mapala Unisi pun tidak menyurutkan animo calon mahasiswa. Bahkan berita terbaru, jumlah pendaftar melalui paper based test mengalami kenaikan 72% dibanding tahun lalu. Dan ini akan semakin membuat kampus UII yang ada di dekat merapi ini semakin ramai. Jalan-jalan yang sepuluh tahun lalu sepi, kini sudah berubah total. Pernah kami berseloroh, jika kampus UII harus hilang dari daerah tersebut, sangat mungkin kehidupan masyarakat sekitar juga akan hilang. Dan daerah itu mungkin akan kembali menjadi hutan.

Mungkin berdirinya UII di tempat yang dulunya terpencil itu yang membuat UII selalu berusaha untuk selalu berinovasi. Persaingan kampus di Jogja semakin besar. Meski persaingan itu tentu saja diwarnai dengan kerja sama dan kolaborasi antar kampus. Sehingga, terobosan-terobosan baru harus selalu dimunculkan agar kampus UII tetap hidup. Karena dengan hidupnya UII, maka akan berdampak pada kehidupan masyarakat sekitar, berdampak pula pada kehidupan kampus lain karena stakeholder kampus lain juga berasal dari UII.

Selamat Milad UII, 74 tahun UII membangun bumi pertiwi.