Juru Parkir dan Costumer Experience

Setelah berhari-hari berkutat dengan acara masyarakat dan urusan pekerjaan, akhirnya bisa menyempatkan diri juga berkunjung  ke Artjog 2019. Pertama kali dan menjadi yang terakhir sebelum kali ini, saya ke artjog yaitu di 2015, setelah itu belum sempat lagi. Kali ini, artjog 2019 mengambil tema  "common space". Sehingga kita bisa menikmati karya dengan latar space di sekitar kita dengan sudut pandang yang berbeda.

Setelah berselang empat tahun, memang rasanya berbeda antara pameran kala itu dengan sekarang. Sekarang memang lebih terasa gaungnya dan meriah. Tetapi, jika waktu itu tiket masuknya harus menggunakan e-money, atau setidaknya yang tidak punya e-money bisa membeli e-money on the spot, sekarang justru dilakukan cash.

Juru Parkir dan Costumer Experience

Ada satu yang cukup menarik perhatian saya selain karya-karya lain yang tentu saja juga menarik. Yaitu sebuah karya dari Wiyoga Muhardanto berjudul "Ibukota". Dalam keterangannya, konsep yang diangkat adalah sebuah monumen layaknya yang banyak bertebaran di ibukota. Biasanya, sebuah monumen dibangun dengan mengangkat sebuah patung pahlawan. Dalam karyanya, Wiyoga Muhardanto menampilkan monumen berukuran mini setinggi sekitar satu meter, dengan patung juru parkir lengkap dengan seragam oranyenya. Lap atau handuk yang biasa mereka pakai, digunakan sebagai alas tempatnya berdiri.

Di mata Wiyoga Muhardanto, sosok pahlawan yang jarang tersentuh bahkan cenderung terabaikan dan termarjinalkan adalah juru parkir. Menahan teriknya panas matahari, bisingnya kendaraan, dan polusi menjadi perjuangan tersendiri baginya.

Tentu saja kita, setidaknya saya, harus memberikan apresiasi tersendiri kepada sosok juru parkir. Bagaimana tidak, mereka harus bertanggung jawab atas kendaraan yang bukan miliknya. Bahkan kendaraan yang harus dijaganya tentu milik orang-orang yang secara ekonomi berada di atasnya. Begitu ada goresan sedikit saja, mereka siap kena semprot sang empunya kendaraan. Sudah begitu, masih saja ada bahkan banyak yang tidak memberikan hak si juru parkir. Recehan dua atau lima ribu rupiah begitu berat di kantong seorang pemilik mobil seharga ratusan juta rupiah.

Keluar dari arena Artjog 2019, rasanya perut lapar dan ingin makan. Saya tidak makan di lokasi pameran tetapi malah cari di luar. Setelah berkeliling, akhirnya ketemu juga tempat yang saya rasa agak pas. Skip skip tentang makanannya, kembali saya merasakan pengalaman atau costumer experience yang diberikan oleh juru parkir tempat makan itu.  Setelah saya selesai makan dan membayar di kasir, saya bermaksud mengambil motor di tempat parkir. Ternyata oleh juru parkir, motor saya sudah disiapkan menghadap jalan sehingga saya tinggal berangkat. Kalau biasanya, kita datang ke tempat parkir lalu bilang, "mas, yang itu" sambil menunjuk motor yang dituju. Berbeda kali ini, ia sudah tahu saya mau pulang dan ia tahu mana motor saya. Sebenarnya rumah makan itu cukup ramai, sehingga bukan hanya motor saya sendiri yang berada di sana.

Sebagaimana costumer yang memiliki berbagai ciri dan karakter, juru parkir pun demikian. Kadang kalau kita menemui juru parkir yang enak dan pelayanannya baik, kita pun dengan entengnya memberikan recehan. Kadang pula kita enggan memberi, terlebih di depan ind*maret, hehe. Meskipun demikian, saya termasuk orang yang mudah memberikan uang recehan kepada juru parkir. Kadang saya memberi lebih apalagi di hari-hari tertentu.

Meski saya senang memberi kepada mereka, kadang saya juga merasa aneh. Kalau di kota saya, seringnya urusan perparkiran dan kaitannya dengan juru parkir, ditangani oleh dinas pendapatan daerah (dispenda). Sering terpikir, kenapa bukan dinas perhubungan, atau dinas yang terkait keamanan, atau dinas perdagangan kalau kaitannya dengan pasar, atau dinas-dinas yang lain. Pantas saja perparkiran selalu saja mendatangkan keruwetan karena yang penting pendapatan daerah tercapai.

Bagaimana pun, profesi juru parkir harus diapresiasi. Profesi yang tidak pernah mereka cita-citakan ketika mereka kecil. Mengapa kita terlalu jauh berpikir seribu atau dua ribu rupiah, atau malah berpikiran kalau mereka lebih kaya daripada kita. Yang pasti, itu adalah hak mereka sebagai juru parkir. Jika ada, dan banyak, juru parkir liar yang mengambil untung terlalu besar, itu adalah urusan mereka dengan dinas terkait. Jika memang ada yang nakal, ya ayo kita laporkan. Tapi terkait di lapangan, kasih saja hak mereka.

Juru parkir adalah pahlawan bagi masyarakat yang terabaikan. Setiap kita merasakan bagaimana pengalaman menjadi pelanggan atau costumer experience yang dilayani juru parkir. Sebagai costumer, selayaknya kita mengapresiasi pelayanan yang diberikan kepada kita.