Maaf, Saya Masih Membaca Buku Bajakan

Alhamdulillah saya saat ini sudah mengurangi produk-produk bajakan. Untuk software, saya saat ini menggunakan Microsoft windows OEM yaitu ori bawaan laptop. Beberapa waktu lalu sebelum menggunakan laptop ini, saya menggunakan produk lubuntu (versi ringan dari linux ubuntu) yang merupakan produk opensource software. Sedangkan untuk aplikasi di dalamnya, saya menggunakan aplikasi-aplikasi opensource semisal libreoffice sebagai pengganti ms office, inkscape untuk menggantikan corel draw, dan lain sebagainya. 


Untuk musik sendiri, saya rasa album mp3 hasil download bajakan sudah tidak mentereng lagi. Sekarang eranya streaming dengan youtube, spotify, joox, atau aplikasi streaming lainnya. Untuk film, saya kebetulan bukan pemburu film download bajakan meski sesekali masih membajak, hehe ups. Untuk produk fashion pun saya mulai membiasakan membeli merk lokal meski tidak terkenal daripada merk bajakan. Secara kualitas, produk asli yang tidak terkenal bisa jadi jauh lebih baik daripada hanya mengejar nama besar merk tetapi bajakan.

Untuk buku, di samping membaca buku orisinal jujur saya masih banyak menggunakan produk buku bajakan. Memang buku bajakan yang saya konsumsi atau baca hanya beberapa jenis saja. Untuk buku terbitan luar negeri lah yang lebih banyak saya cari bajakannya. Bukan apa, tetapi memang buku luar negeri lebih mudah mencari bajakannya daripada buku lokal, hehe. Untuk buku-buku terbitan dalam negeri, saya rasa saya tidak perlu berburu bajakannya karena buku asli pun sudah mudah didapat. Dari pada susah-susah mencari bajakan, mending beli buku asli.

Untuk buku luar yang saya butuhkan, kebanyakan saya mencari bajakannya adalah dalam bentuk soft file atau  ebook. Karena memang buku-buku tersebut susah untuk dicari hardfile aslinya baik di toko buku atau di perpustakaan. Kalau pun harus membeli dari amazon atau toko online lainnya, biayanya mahal. Untuk membeli satu eksemplar buku dibutuhkan biaya satu juta rupiah, untuk saya masih terlalu berat. Jadi, mencari buku bajakan pdf adalah solusi jangka pendek yang saya putuskan. Sedangkan untuk buku bajakan lokal yang berupa pdf, sejauh pengalaman saya sangat sulit dan susah untuk mendapatkannya. Jika mau mencari foto kopinya, saya rasa biayanya tidak jauh berbeda jika dibandingkan membeli buku asli.

Membaca adalah life style


Pengelolaan buku di era ini harus berbeda daripada tahun-tahun yang lalu. Membaca buku kini sudah menjadi sebuah lifestyle. Kehadiran beberapa even dengan menghadirkan beberapa tokoh kekinian terkait dunia literasi semakin mendongkrak gaya hidup membaca ini. Sebut saja Najwa Shihab yang didaulat sebagai duta baca Indonesia sering dihadirkan dan terbukti membawa kegiatan membaca sebagai lifestyle. Ini adalah sebuah angin segar bagi dunia literasi kita mengingat sekitar sepuluh tahun silam ada keresahan rendahnya minat baca kita. 

Even literasi yang dihadiri Najwa Shihab dibanjiri oleh pengunjung
Even literasi yang dihadiri Najwa Shihab dibanjiri oleh pengunjung

Euforia membaca gaya hidup sudah seharusnya dibarengi oleh hadirnya buku-buku yang berkualitas dan secara kuantitas mudah untuk dijangkau. Perpustakaan dituntut untuk menyediakan buku-buku yang up to date dan original. Masalah yang selama ini mengapa perpustakaan kian ditinggalkan adalah karena buku-bukunya sudah usang. Sudah usang, foto kopian, lembarannya hilang lagi, sungguh-sungguh menyedihkan. 

Rasanya sebuah paradoks jika euforia membaca diisi oleh buku-buku bajakan. Jika kita sedang membaca kemudia difoto, dikirim ke media sosial lalu ketahuan kalau itu buku bajakan, rasanya enggak banget. Jangan sampai kondisinya seperti saya, download buku pdf bajakan karena memang buku aslinya susah untuk menemukannya.

Perpustakaan pun harus berbenah


Membaca buku di dalam kamar, ruang sepi atau tempat yang kita bisa menyebutnya sebagai "peti mati", setidaknya demikian jika kita menggambarkan meja baca di perpustakaan. Karena membaca sedang dan sudah merangkak sebagai lifestyle, maka tempat-tempat membaca pun harus mendukungnya. Perpustakaan jangan sampai digantikan oleh kafe. "Peti mati" di perpustakaan harus sudah diganti dengan tempat yang menarik. Aktivitas dan tempat membaca sudah seharusnya instagramable.  Kini membaca di kafe bukan lagi aktivitas yang tabu. Sudah seharusnya update status sedang membaca di perpustakaan pun menjadi aktivitas yang membanggakan. Oleh karena itu, perpustakaan harus berbenah.

Kehadiran dunia online memang mengubah kehidupan literasi. Buku-buku yang tadinya berupa kertas, kini banyak yang beralih ke ebook atau buku digital. Industri penerbitan pun tergoyangkan akan hadirnya ebook. Tetapi bagaimana pun juga, kehadiran ebook adalah keniscayaan sehingga tidak bisa kita menolaknya. Di sisi lain, ebook juga lebih mudah dibajak daripada buku kertas. 

Menghadirkan ebook orisinal adalah sebuah tantangan tersendiri bagi penerbit. Sebuah langkah menarik yang dilakukan oleh perpusnas dengan menghadirkan peminjaman ebook. Untuk penjualan ebook di dalam negeri, sebagaimana sudah dilakukan oleh amazon, apakah sudah marak? Warna negara Indonesia adalah warga yang kreatif, sehingga mudahnya ebook dibajak. Jangan sampai hanya karena download buku pdf gratis menurunkan kualitas membaca, kualitas buku, dan kualitas nilainya.

Membaca, aktivitas "sederhana" yang mencakup sistem yang sangat komplek. Mengatasi pembajakan bukan sekadar membatasi peredarannya. Tetapi bagaimana membangun budaya bahwa menggunakan orisinal adalah sebuah gaya hidup. Bukan sekadar terlihat ori tetapi memang ori. Bagaimana mereka dengan bangganya mengatakan "buku saya asli" di tempat yang nyaman. Proses yang panjang dan melibatkan banyak entitas. Mencegah beredarnya buku bajakan bukan monopoli perusahaan penerbitan tetapi juga organisasi-organisasi yang kelihatannya tidak terkait dengan dunia literasi.

Akhir kata, sudah baca buku bajakan hari ini? Eh, hehehe.



Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba blog Mizan 
tentang buku bajakan/pembajakan buku di Indonesia
Maaf, Saya Masih Membaca Buku Bajakan