Semalam, saya dijapri oleh atasan kalau tim kami mendapat salam dari Ustad Yusuf Mansur. Wa'alaikumuusalam, semoga beliau dan keluarga senantiasa diberi kesehatan dan dilancarkan urusannya.
Saya memang berada di institusi yang mana Beliau UYM menjadi salah satu entitas penting di dalamnya. Sampai-sampai, akun media kami diserang oleh haters beliau, hadeh...
Disclaimer: saya menulis ini bukan karena posisi saya dan beliau di institusi yang sama, melainkan memang pandangan personal saya.
Bagaimana pun isu yang berkembang, beliau adalah dan masih seorang alim dan seorang ustad.
Bagaimana sikap dan adab kita kepada seorang alim dan ustad seolah hilang kepada beliau. Sangat miris ketika kita membaca komentar di media sosial. Postingan tentang ayat Al Quran, dibalas dengan caci maki kepada ustad. Efeknya, semakin banyak yang menghinakan ayat, ilmu tentang sedekah, ekonomi umat, dan lain-lain.
Kita ingat, sekitar sepuluh atau lima belas tahun yang lalu, kita begitu suka dengan tausiyah dan ajaran yang beliau sampaikan. Bagaimana keajaiban sedekah atau The Miracle of Giving begitu mempengaruhi pikiran kita. Bagaimana kita meyakini matematika sedekah yang beliau ajarkan. Bahkan dengan atau tanpa sadar, kita telah menjalankannya. Kita bersedekah dan telah mendapatkan balasan entah dalam bentuk apa pun itu.
Bagaimana di tahun-tahun yang lalu, ketika memiliki hajat maka dengan ringannya kita bersedekah. Salah satu yang mempengaruhi niat kita adalah karena apa yang beliau ajarkan. Bisa jadi kita bisa hidup hingga hari ini, salah satunya atas apa yang kita sedekahkan dan itu terinspirasi dari yang beliau UYM sampaikan.
Kebangkitan ekonomi umat pun menjadi topik yang saat itu disukai oleh sebagian dari kita. Memang topik ini tidak ramah bagi sebagian orang yang lain. Karena banyak yang berpendapat, ustad itu ya cukup ngaji saja tidak perlu ikut bermain-main dalam perdagangan, politik, atau unsur keduniawian lainnya.
Bom waktu pun meledak ketika beliau memutuskan menjadi pendukung pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin dalam kontestasi pemilu 2019. Beliau serasa dihantam dari berbagai sisi.
Satu hantaman berasal dari para pendukung lawan politik Pak Jokowi. Selama ini, Pak Jokowi dan pendukungnya dinilai tidak ramah kepada golongan muslim. Beberapa bukti muncul di media sosial bagaimana pemerintahan ini beserta pendukungnya begini dan begitu terhadap muslim (topik ini kita bahas di lain kesempatan). Dan karena mendukung Pak Jokowi, maka UYM dianggap mendukung ketidakramahan mereka kepada muslim.
Padahal apa yang UYM lakukan yaitu mendukung pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin, tidak lain karena beliau sebagai ustad sekaligus santri memiliki kewajiban yaitu mendukung kyai. Apa salah jika kita mendukung kyai? Justru beliau dengan jelas memperlihatkan bagaimana seharusnya beradab kepada kyai.
Tapi, karena sudah dibalut dengan benci, maka pendukung lawan politik Pak Jokowi pun melihat sikap keberpihakan dan adab ini dalam sudut pandang kebencian.
Satu hantaman lain berasal dari mereka yang memang sejak awal tidak suka dengan ajaran Islam yang disampaikan oleh UYM. Ustad itu cukup bicara tentang bagaimana ngaji saja tidak perlu masuk ke politik dan ekonomi. Maka mereka yang selama ini mengatakan ini itu adalah SARA, mereka pula yang ikut menghantam UYM.
Mereka yang selama ini takut ekonomi umat bangkit, pun ikut menghantam UYM. Karena mereka memiliki modal, maka mereka punya kemampuan untuk meng-influence netizen agar ikut menolak apa yang disampaikan oleh UYM. Momentum dimana posisi UYM lemah dari sisi dukungan muslim, mereka manfaatkan. Patungan sedekah dan Hotel Siti pun diangkat dan dinarasikan sebagai penipuan.
Menipu dan bangkrut, demikian yang belakangan dikampanyekan di media sosial.
Beberapa waktu terakhir, beredar potongan video yang memperlihatkan bahwa UYM marah-marah, butuh uang 1 Triliyun, dan mengatakan "Uangnya dari mana". Potongan video itu pun semakin berkembang menjadi meme dan diparodikan dalam video yang lain. Sebuah adab yang tidak terpuji kepada seorang ustad.
Padahal itu adalah agenda internal hari jadi PayTren. Sudah sangat wajar jika dalam agenda internal disampaikan topik, dengan gestur dan intonasi seperti itu. Apalagi beliau adalah "bapak" dari para mitra PayTren, tentu harus menyampaikan apa yang seharusnya disampaikan. Sayangnya, video beredar dan ditanggapi oleh orang-orang yang tidak seharusnya.
Sebenarnya, yang perlu dikasihani bukan UYM, melainkan kita. Beliau sudah semestinya bersikap dan beradab demikian kepada kyai. Beliau sudah semestinya berbicara tentang ekonomi umat. Tetapi kita, beradab yang seharusnya kepada ustad saja tidak bisa.
Bukan berarti seorang ustad tidak bisa salah dan melakukan dosa. Terkait kasus, biarkan beliau selesaikan secara hukum. Jika memang beliau dinyatakan salah secara hukum, biarlah hukum yang menyelesaikan.
Tetapi secara adab, semua kembalikan kepada masing-masing dari kita. Apakah kita mau beradab baik kepada ustad atau tidak. Jangan sampai suatu saat kita menyesal karena sikap justru menjerumuskan diri kita sendiri ke jurang kenistaan karena ikut-ikutan. Cek website berikut, tentang su'ul adab kepada guru. Semoga kita bukan salah satunya.