Belajar dari Mbah Maridjan

merapi telah meletus. tidak ada yang menyangka pada 2010 ini merapi telah memakan korban jiwa. hingga saat ini (27/10/2010 jam 12:10 WIB) belum dapat dipastikan apakah mbah maridjan menjadi korban merapi juga. meski keluarga menyatakan bahwa jazad di dapur rumah dan dalam posisi bersujud adalah mbah maridjan, tetapi belum ada rilis resmi mengenai hal tersebut.




sudah menjadai kebiasaan diantara kita, orang-orang Indonesia, ketika terjadi bencana, terjadi bencana moral juga, yaitu saling menyalahkan. mengapa tidak diungsikan sejak dini, mengapa pengungsian belum sepenuhnya siap, mengapa perlengkapan kegunungapian tidak maksimal, dan mengapa-mengapa yang lain. termasuk mengapa mbah maridjan tidak mau turun ikut mengungsi.



kita tidak sepantasnya saling menyalahkan, termasuk menyalahkan mbah maridjan yang tidak mau mengungsi meskipun sudah dibujuk. justru kita harus belajar tentang makna amanah kepada beliau.oleh keraton ngayogyakarta hadiningrat, mbah maridjan diberi amanah untuk menjaga merapi. demikianlah yang dilaksanakan mbah maridjan hingga merapi meletus tanggal 26/10/2010. beliau tidak pernah mengajak masyarakat sekitarnya untuk mengikuti beliau tetap berada disana. pernahkah kita mendengar bahwa mbah maridjan mengajak untuk tetap disana? satu-satunya pernyataan yang pernah beliau katakan (pada erupsi 2006) adalah merapi tidak akan meletus. hal ini harus disikapi dengan sikap bahwa beliau bertugas "ngemong" merapi agar tidak meletus, bukan meramalkan bahwa merapi tidak akan meletus. meskipun harus merelakan nyawa, beliau akan tetap menjaga merapi karena itulah amanah yang telah diberikan kepadanya. bagi orang-orang di sekitarnya agar mengungsi atau tidak, itu bukan wewenang mbah maridjan untuk menghimbau, tetapi kewenangan pemerintah. beliau senantiasa menjaga "kontrak kerja" dengan sepenuh hati.bagi kita mungkin sikap mbah maridjan tersebut tidak masuk akal dan salah. tetapi inilah sikap seorang yang menjunjung tinggi kearifan lokal dan amanah dengan sebenar-benarnyai.



mari kita lihat pada diri dan sekeliling kita, sudahkah kita menjaga amanah dengan sepenuh hati sebagaimana mbah maridjan menjaga amanah yang telah diberikan kepadanya?