Kolonialisasi Media Massa

judulnya kok ngeri ya? tulisan ini bukan membahas hal-hal yang berbau pornogratis pornografi dan pornoasik pornoaksi, tapi berbicara tentang kolonialisasi media massa khususnya televisi sebagaimana yang diselenggarakan oleh kimva4ever. sebelum lebih jauh membahas GA-nya, jujur saya suka sama tampilan blognya yang simple dan ga neko-neko (memuji dulu biar dimenangin hehehe).



membicarakan tentang acara acara tv memang tak akan ada habisnya, terutama sisi negatifnya. kalau penyelenggara GA menyebut kolonialisasi media televisi, izinkan saya menyebutnya dengan perkosaan media. perkosaan merupakan kata yang lebih khusus daripada kolonialisasi, jadi di dalam kolonialisasi biasanya terjadi perkosaan. dari acara berita, hiburan, komedi, drama, musik, dan lain sebagainya, televisi seakan memaksa kita para pemirsa untuk mengikuti apa yang mereka suguhkan. memaksa kita untuk melihat apa ada sama saja dengan pemerkosaan, karena pemerkosaan sendiri berarti pemaksaan.



terlalu banyak jika menuliskan semua sisi negatif yang ada, bisa jadi satu buah buku sebagaimana yang ditulis oleh sang penyelenggara GA. meskipun demikian, masih banyak pula acara yang memang baik seperti acara budaya, jalan-jalan, kuliner, film import, olah raga, dan lain sebagainya. kalau mau melihat acara yang baik, saya merekomendasikan tontonlah TVRI, tv plat merah, yang kini menjadi lembaga penyiaran publik. karena banyaknya yang bisa dibahas, saya hanya akan mengambil satu kasus yaitu program berita yang ada di tv swasta. mengapa berita? karena saya bukan penikmat acara tv militan.



setahu saya, berita tv mengalami masa lepas landas dan memperoleh kejayaan ketika terjadi huru hara 1998. ketika itu, masyarakat ingin mengetahui update terkini mengenai apa yang terjadi di luar rumah. kala itu belum ada facebook atau twitter, bahkan yang mengenal internet pun masih segelintir orang. jika menunggu datangnya berita koran, harus menunggu esok pagi. maka yang menjadi tumpuan masyarakat adalah berita tv. waktu itu jumlah stasiun tv belum sebanayk sekarang. SCTV, RCTI, dan Indosiar menjadi tiga stasiun yang sukses mendulang rezeki dari perolehan iklan karena rating acara berita begitu tinggi.


lima belas tahun sudah kejadian reformasi berlalu. kini bukan lagi mereka bertiga yang merajai rating acara berita. bahkan kini ketiganya bukan lagi stasiun spesialis berita. TV One dan Metro TV kini menjadi ikon tv berita. di sinilah saya menyebut mereka sebagai pemerkosa berita. meskipun demikian, tv yang lain pun ikut "menikmati" memerkosa pemirsa melalui berita. tv bukan lagi menyampaikan berita melainkan juga membuat berita. apa bedanya? ketika ada suatu kejadian, tv bukan lagi hanya menyampaikan tetapi ada peran dari mereka untuk menjadi kompor agar pemikiran pemirsa mengikuti pemikiran mereka.



mudahnya begini, ketika kejadian 2010 lalu, stasiun tv dengan begitu histerisnya memberitakan mengenai begitu mencekamnya kejadian meletusnya gunung merapi. sampai-sampai para wisatawan atau artis internasional membatalkan kedatangannya ke Indonesia. padahal, ketika kami berada di pengungsian merasa adem ayem karena tidak ada kompor dari media massa bernama tv.



kasus korupsi merupakan berita yang sangat dicari oleh para kuli tinta atas perintah dari tv yang bersangkutan. mengenai materi berita, mereka para stakeholder akan mengatakan "kami hanya memberitakan kebenaran". sayangnya, dengan pemberitaan yang begitu menggelora dari tv, seolah-olah negeri ini diambang kehancuran karena kasus korupsi. bahkan lebih berbahaya lagi, sebagaimana saya sampaikan di atas bahwa mereka juga membuat berita, karena negeri ini sudah terlalu identik dengan korupsi maka masyarakat tidak sungkan lagi untuk melakukan korupsi. hal ini sangat saya rasakan di kehidupan kampung. saya merasa karena masyarakat melihat apa yang ada di tv maka mereka melakukan korupsi secara berjamaah dan terorganisasi sehingga tidak terlihat sebagai korupsi. bahkan untuk persiapan 9 April mendatang, kami sudah mempersiapkan strategi bagaimana mengumpulkan dana sebesar-besarnya dari pemerintah atau dari caleg.



politisasi berita sudah sangat terasa, bahkan hampir di seluruh tv swasta. dari sekian (berapa sih jumlahnya?) tv swasta nasional, banyak yang dikuasai oleh politikus. coba kita hitung, MNC TV, Global TV dan RCTI dimiliki oleh MNC Group yang mana CEO-nya Hary Tanoe yang juga calon wapres Hanura, TV One dimiliki oleh Bakrie Family yang mana Abu Rizal Bakrie Capres dari Golkar, Metro TV dikuasai oleh Surya Paloh dari Partai Nasdem. tinggal TransTV dan Trans7 yang dikuasai trans corp milik Chairul Tanjung, serta SCTV dan Indosiar yang dikuasai Eddy Kusnadi Sariatmaja (khusus yang ini saya harus nyari di google). dari sekian tadi, sayangnya keempat tv terakhir materi pemberitaannya tidak jauh berbeda daripada tv yang dikuasai oleh politikus.


kita hanya bisa berharap agar mereka para politikus dan/atau bisnisman dapat bersikap dewasa. tv adalah ranah publik yang mana mereka untuk mendapatkan hak siar harus beli dari cloud yang seharusnya milik masyarakat. jadi sudah seharusnya isi materi pemberitaan juga harus kembali ke masyarakat. saya rasa lembaga yang menaungi masalah penyiaran dan pemberitaan baik itu independen atau dari pemerintah atau dari kumpulan pewarta sendiri bisa lebih "galak" jika pemberitaan tidak berimbang.



kadang saya merasa sepertinya kontrol media sebagaimana yang dilakukan oleh negara komunis seperti cina dan korea utara ada baiknya juga. masyarakat akan mendapatkan berita yang memang sepatutnya didapatkan. kalau yang ada di Indonesia sekarang, siapa pun bisa menyampaikan berita, bahkan jika tv memberitakan hoax pun masyarakat akan percaya karena sejarah panjang pemberitaan tv.



mungkin benar apa yang saya pernah dengar di radio, tv itu sangat bagus untuk dimatikan. ingatkah kita ketika SD selalu diwanti-wanti untuk mematikan tv karena mengganggu belajar. dan sudah saatnya kita matikan tv karena mengganggu belajar hidup. sejujurnya saya lebih suka mendengarkan radio daripada tv. :D



sudah dulu deh, jarang-jarang saya nulis isi blog dengan tulisan yang panjang. akhir kata, ada pesan dari penyelenggara untuk menuliskan:


"TULISAN INI DIIKUTSERTAKAN DALAM GIVEAWAY KOLONIALISASI MEDIA TELEVISI! YUK IKUT MENGKRITISI PROGRAM TELEVSI"


NB: karena persyaratannya ga boleh menjelekkan satu pihak maka saya menjelekkan semuanya. :D