Antara Mobil Esemka dan Subsidi BBM

isu mobil nasional saat ini kembali menggema setelah sekian lama tak ada gaungnya. hal ini terjadi setelah Walikota Surakarta, Joko Widodo, menggunakan mobil buatan siswa SMK sebagai mobil dinas dengan nomor "AD 1 A". secara serempak semua media massa baik cetak maupun elektronik memberitakan tentang kemampuan siswa SMK dalam membuat mobil. dan semua histori mengenai mobil nasional pun kembali diangkat ke permukaan, dari mobil Timor, Komodo, dan varian mobil yang diharapkan menjadi mobil nasional. bahkan histori mengenai teknologi-teknologi yang pernah ditemukan, dibuat, dan dikembangkan oleh putra bangsa pun kembali diangkat. paradigma-paradigma bahwa produk dalam negeri yang berkualitas rendah pun dengan segala upaya ditepis demi munculnya teknologi dalam negeri yang "spektakuler". kembali jiwa nasionalisme masyarakat kembali menguat pasca even sepakbola internasional.



hanya dalam beberapa hari setelah berita tentang mobil nasional, terhembus kabar bahwa akan terjadi pembatasan BBM bersubsidi untuk roda empat. meskipun mobil dan BBM berkaitan erat satu sama lain, tapi ketika kita membahasnya, bagaikan langit dan bumi. ketika melihat mobnas (mobil nasional), kita melihat masa depan cemerlang, optimisme dan nasionalisme begitu kuat. tapi ketika kita melihat keberadaan BBM, seakan-akan madesu, masa depan suram. bagaimana tidak, jika kita melihat fenomena BBM, yang terbayang adalah habisnya sumber daya alam, impor BBM padahal kita produsen minyak yang besar, penyelundupan, bahkan korupsi.

seolah-olah (atau memang benar) tidak ada dukungan dari pengambil kebijakan kepada hasil kerja para pengembang produk. di satu sisi para product developer berusaha membuat mobil nasional dan dukungan masyarakat begitu kuat untuk terealisasinya mobnas. di sisi lain para pengambil kebijakan (legislatif dan eksekutif) lebih condong kepada bagaimana stabilitas ekonomi yang sudah ada. dua hal yang harusnya bisa disinergikan, industri dalam negeri berkembang, stabilitas juga terjaga. jika saja mobil dinas para pejabat menggunakan mobnas, akan menjadi contoh yang baik bagi masyarakat. bukankah sudah ditemukan bioetanol yang terbukti sudah bisa digunakan untuk pengganti premium meski masih perlu dicampur dengan premium. semua harus  bertahap, tapi perlu ada yang memberi contoh, para pejabat adalah posisi strategis yang bisa melakukannya. "kan kualitasnya belum sesuai dengan yang sudah ada" pertanyaan yang sering diajukan para pejabat. jika tidak pernah digunakan, siapa yang mau meningkatkan kualitas?

kesimpulannya, jika dari masyarakat memberi kontribusi kepada para petinggi negara, para petinggi negara juga seharusnya mengapresiasi, karena yang dilakukan masyarakat juga semata-mata demi negara. namanya juga pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat. jadi, teknologi pun dari, oleh, dan untuk rakyat.