Saatnya Menanam Air

Berbicara tentang Jakarta memang tak ada habisnya. Lagi-lagi karena saya belum pernah tinggal di Jakarta, jadi tidak tahu pasti masalah yang ada di sana, terkhusus tentang kondisi air tanahnya. Tulisan ini sebenarnya hanya sebatas imajinasi saya mengenai air yang ada di Jakarta. Jika memang ada hal yang nyambung dan bermanfaat, itu semata-mata sedikit ilmu yang telah Tuhan berikan kepada kita.

Saya rasa, masalah air tanah bukan hanya terjadi di Jakarta. Hanya saja, air tanah di Jakarta telah menyebabkan penurunan permukaan tanah hingga 10.8 cm per tahun. Kondisi ini mengingat air tanah yang menghuni tanah jakarta telah terambil sedangkan dari atas ditekan dengan berbagai bangunan semisal apartemen, kantor, dan sebagainya.

Air, sebuah zat yang siapa pun dari kita memerlukannya, tidak terkecuali masyarakat Jakarta. Secara kasat mata, masyarakat Jakarta adalah masyarakat yang teramat sangat padat. Ketika semua masyarakat yang ada di Jakarta menggunakan air dan air itu berasal dari air tanah, maka penurunan jumlah air tanah Jakarta semakin mengkhawatirkan.

Dalam pikiran saya, air tanah yang hilang bisa dikembalikan. Tetapi saya belum tahu apakah ini reliable atau tidak. Saya teringat dengan salah satu materi ngablogburit di tahun lalu dari salah satu perusahaan AMDK (air minum dalam kemasan), bahwa air yang layak dikonsumsi adalah air yang memiliki life time yang cukup di dalam tanah sehingga mineralnya sesuai dengan yang dibutuhkan oleh tubuh. Jadi saya rasa menanam air adalah salah satu solusi.

Air hujan yang turun dari langit belum memiliki life time di dalam tanah. Sehingga mineralnya belum cukup untuk kita konsumsi. Agar baik ketika kita konsumsi, harus kita tanam atau masukkan dulu ke dalam tanah dalam waktu yang cukup lama. Salah satunya dengan pembuatan biopori. Biopori, teknologi sederhana yang manfaatnya tidak bisa kita rasakan seketika tetapi di masa yang lebih panjang baru kita merasakannya. Dengan biopori, air bisa tertanam dalam tanah dengan lebih natural.

Demikian pula dengan penyulingan air laut. Singapura telah menggunakan teknologi ini. Air hasil penyulingan air laut juga tidak memiliki mineral yang cukup. Di sana, agar bisa dikonsumsi, perlu ditambahkan mineral ke dalam air. Di Indonesia khususnya Jakarta, dalam rangka penanaman air, maka air hasil penyulingan ini perlu ditanam ke dalam tanah seperti pada biopori. Tetapi satu catatan, penyulingan air laut perlu biaya yang tidak sedikit, jadi menurut saya, penanaman air hujan dengan biopori lebih realistis.

Tetapi, selama masa penanaman air ini, sebaiknya air yang ada di dalam tanah jangan diambil terlebih dahulu. seperti menanam pohon pisang, jangan dulu pohon ditebang sebelum berbuah. Jika air tanah yang ditanam tetap diambil, sama saja kita tidak akan memanen hasilnya. Kesadaran akan menanam air dan tidak memanen sebelum waktunya, harus kompak dilakukan oleh masyarakat. Hal ini mengingat manfaat yang dituai akan berimbas kepada masyarakat Jakarta secara menyeluruh.

Lalu konsumsi masyarakat akan air dengan apa? PAM atau menggunakan air bersih perpipaan adalah hal yang tidak asing bagi masyarakat kota terlebih di Jakarta. Contoh perusahaan yang telah menjalin kerjasama dengan PAM Jaya adalah Aetra yang menggunakan air dari Waduk Jatiluhur. Banyak manfaat yang ditawarkan oleh perusahaan ini, salah satunya menggunakan 2 unit Instalasi Pengolahan Air dengan kapasitas total 9,000 L/Detik, 1 unit pusat distribusi (CDC), 4 unit instalasi booster pump.

Satu hal lagi yang perlu saya ingatkan mengenai Air di Jakarta, jangan buang sampah di sungai. Kita ingat bahwa ketika kita mensyukuri nikmat berupa air sungai, manfaatnya akan kembali kepada kita. tetapi ketika kita tidak bisa mensyukuri nikmat berupa sungai, maka kemudzaratan juga akan kembali kepada kita. 

Air tanah Jakarta perlu perhatian khusus. Menanam air adalah salah satu solusi yang saya tawarkan meski saya belum tahu reliable atau tidak. Bagaimana pun, setiap dari kita memerlukan air. Bukan hanya kita tetapi juga untuk keberlangsungan hidup anak-anak kita kelak. :)