Hati-Hati dengan Quote

Hati-Hati dengan Quote

Hoax, demikian yang akhir-akhir ini sedang panas diperbincangkan. Berita bohong memang meresahkan. Bukan hanya kekecewaan karena ternyata mendapat berita yang tidak benar, tetapi juga dapat menciptakan musibah. Perpecahan dan pertikaian dapat terjadi karena hoax. Sejak dulu kala, kebohongan sudah ada. Bahkan ayat Al Quran dan hadist palsu pun banyak bermunculan sepeninggal Rasulullah. Bagaimana dengan quote atau kutipan dari tokoh? Adakah hoax-nya?

Terkait berita bohong, Rasulullah telah wewanti-wanti akan keberadaan orang fasik. Oleh karena itu, kita harus mengutamakan tabayun atau klarifikasi. Atau di dalam dunia hukum, ada asas praduga tak bersalah.

Terkait dengan quote atau kutipan nasihat dari tokoh, kita pun rasanya harus berhati-hati. Terlebih tokoh itu adalah orang yang sangat kita kagumi. Mengapa harus berhati-hati? Karena bisa jadi apa yang disampaikan dengan pemahaman kita atas kalimat tersebut berbeda atau multitafsir.

Di dalam turunnya Al Quran, kita mengenal istilah asbabunnuzul atau sebab-sebab turunnya ayat. Di dalam al hadist kita juga mengenal asbabul wurud atau sebab-sebab hadist itu disampaikan oleh Rasulullah. Al Quran dan Al Hadist yang kedudukannya begitu dan sangat tinggi serta terjaga pun banyak orang bisa menafsirkan berbeda-beda. Bagaimana dengan ucapan tokoh yang notabene "manusia biasa".

Mendiang Ir. Soekarno dan Gus Dur adalah dua tokoh yang seringkali ucapannya menarik dan menyemangati. Ambil contoh, "Jangan sekali-sekali melupakan sejarah". Belakangan, kutipan-kutipan dari beliau sering dilemparkan ke masyarakat khususnya terkait dengan perjuangan, toleransi, dan sebagainya. Dan ujung-ujungnya perkataan beliau-beliau terpolitisasi. Ucapan dari kyai-kyai sepuh pun digunakan. Penggunaannya pun untuk kepentingan kubu terkait. Apakah kepentingan itu sesuai dengan isi dan asal mula kutipan itu muncul atau tidak, itu urusan belakangan.

Kita bisa jadi tidak pernah bertanya atau mencari tahu mengapa beliau-beliau ini mengeluarkan kutipan itu. Yang kita tahu kutipan atau quote itu cocok untuk kita gunakan. Bagaimana jika kita menggunakan di tempat yang salah?

Mengajarkan adalah sebuah konsekuensi. Bagaimana jika ternyata kutipan yang baik itu kemudian disalahgunakan ke dalam urusan dosa? Bisa jadi kita menjerumuskan beliau-beliau pada dosa. Padahal beliau-beliau membutuhkan amal jariyah dan ilmu bermanfaat yang mana masih dikerjakan oleh orang-orang yang masih hidup.

Hoax pada quote pun mungkin terjadi. Misal ada quote beredar di media sosial yang menyatakan bahwa tokoh A atau kyai B mengatakan bla bla bla. Ternyata setelah diklarifikasi, kyai tersebut tidak pernah mengatakan hal yang demikian. Ada? seingat saya pernah ada. Apa yang terjadi kemudian? Ya tidak ada apa-apa, tidak ada permintaan maaf atau koreksi dari si pembuat quote palsu.

Hati-hati dengan quote atau kutipan. Karena bisa jadi apa yang disampaikan oleh pemilik kutipan adalah hal yang berbeda dengan yang menyebarkannya. Bisa jadi pula beliau tidak pernah mengatakannya. Terlebih jika beliau sudah berada di haribaan-Nya yang lebih membutuhkan pahala yang mengalir dari ilmu yang telah ia sampaikan bukannya aliran dosa akibat pertengkaran kita.

Hati-hati dengan quote, jika kita mau ikut-ikutan berpolitik, jangan libatkan mereka yang tidak terikat dengan politik itu. 😊