Covid-19: Zoom, Drakor, dan Challenge

Apa yang khas dari pandemi covid-19 kali ini? Zoom, drakor, dan challenge. Mungkin masih ada yang lainnya, tetapi tiga hal tersebut banyak berseliweran di beranda media sosial. Drama korea dan challenge, dua hal yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk melepas penat karena harus di rumah saja.

Covid-19: Zoom, Drakor, dan Challenge


Di beranda media sosial, banyak di-share judul-judul drama korea, bahkan untuk mengakomodasi tren tersebut, stasiun televisi nasional pun memutar drama korea. Apakah drama korea tetap mendapat hati penonton, mengingat masyarakat sudah banyak yang lebih dulu mendapatkannya via streaming.

Berbagai macam challenge pun bermunculan. Dari mengunggah foto lama #untiltomorrow, membuat dalgona coffee, challenge halu, dan lain sebagainya. Intinya semua dilakukan agar tidak gabut.

Zoom, aplikasi video conference yang benar-benar meraup keuntungan di tengah pandemi. Keuntungan yang melejit hingga 169% bukan hal yang main-main. Secara nama pun, semula hanya orang-orang tertentu dan mereka adalah yang berdasi, kini anak SD pun tahu dan menggunakan zoom. Memang sempat ada isu keamanan privasi menggoyang zoom, tetapi dengan dukungan dari sananya yang memperbaiki dalam hal update dan serta nama yang cukup dikenal, tetap saja keuntungan masih diraupnya.

Beberapa penyedia layanan pun mulai bermunculan atau semakin dikenal. Sebut saja google meet, whatsapp yang bisa untuk 8 orang, cisco webex, dan aplikasi lainnya pun muncul dan dikenal. Tetapi, tetap saja zoom menang start. Apalagi kemarin postingan instagram @internetsehat menyampaikan bahwa zoom "menyedot" bandwidth paling kecil daripada aplikasi sejenis lainnya.

Secara umum, selama pandemi kehidupan kita di dunia maya semakin besar. Baik itu penggunaan media sosial maupun aplikasi pendukung kerja dari rumah. 

Penggunaan media sosial pun tidak bisa dipandang sebelah mata. Banyak usaha kecil yang memanfaatkan media sosial ini sebagai media jual beli. Contoh yang apik bisa dilihat di akun instagram @pungkyprayitno, @saptuari, dan akun ber-follower belasan atau ratusan ribu lainnya. Mereka ikut mempromosikan produk-produk rumahan baik di feed ataupun di story. 

Media sosial bisa dibilang teknologi "sederhana", meskipun pembuatannya tidak sederhana, karena setiap dari kita memiliki akun di sana dan bisa memanfaatkannya. Media sosial bukan lagi barang mewah. Tetapi di tangan mereka yang bisa memanfaatkannya, media sosial bisa menjadi media membantu sesama agar dapur tetap mengebul di tengah pelemahan ekonomi karena pandemi seperti ini.

Bagaimana kabar website dan blog?


Apakah website maupun blog masih dibutuhkan? Pernah suatu ketika saya ngobrol dengan saudara yang ingin membuat website. Ia adalah karyawan dari sebuah perusahaan travel, pasarnya kebanyakan adalah wisatawan dari luar jawa dan luar negeri semisal Malaysia. Dengan pasar yang sudah cukup bagus kenapa masih butuh website? Sebuah kepercayaan. Bagi pelanggan baru, melihat akun media sosial maupun produk terpajang di marketplace belumlah cukup. Tetapi dengan adanya website, maka seolah-olah ada pernyataan "ini lho kantornya si perusahaan X".

Kaitannya dengan media sosial dan zoom, website maupun blog bisa saling berkolaborasi. Di masa yang banyak di rumah seperti ini, adalah waktu yang sangat tepat untuk belajar online. Banyak webinar atau zoominar diselenggarakan dan promosinya ada di feed media sosial. 

Kadang kita tertarik dengan pembicaranya, sehingga kita langsung submit untuk ikut kelas tersebut. Tapi, kadang kita tidak begitu mengenal sang pembicara tetapi judulnya bagus. Lalu kita cari informasi tentang si penyelenggara, sebenarnya apa maksud dari judul atau tema yang akan diangkat dalam webinar tersebut. Wesite atau blog sebenarnya adalah media yang tepat untuk itu. 

Media sosial semisal instagram, bukan media yang tepat untuk menjelaskan secara detail menggunakan kata. Tetapi di website atau blog, kita bisa "bebas" menuliskan apa maksud tema yang diangkat dan bagaimana nanti jalannya webinar akan berlangsung. Begitu juga pasca acara webinar, penyelenggara bisa menuliskan ulang apa yang disampaikan oleh pemateri.

Tetapi, kebanyakan atau malah semua webinar yang pernah saya ikuti di masa pandemi ini, selesai acara ya sudah selesai sudah semuanya. Syukur kalau masih ada rekamannya di youtube, kalau tidak ya sudah peserta dan orang lain tidak bisa mendapatkan informasi lebih tentang acara tersebut.

Maka ada beberapa postingan blog saya menuliskan resume tentang materi dan berjalannya acara webinar. Ya mirip-mirip dengan mereview acara daring invitasi blogger begitu lah. Tetapi ya itu, karena ini adalah tulisan unofficial, saya hanya bertanggung jawab atas tulisan saya, bukan atas acara yang berlangsung.

Menulis dan didukung oleh teknologi, semuanya seharusnya menjadi mudah. Tetapi konsistensi itu yang susah. Membuat satu, dua, tiga tulisan di awal mungkin mudah dan agak berat. Tetapi mempertahankan semangat menulis itu yang lebih berat.

Kalau masalah teknis, semua sudah ada solusinya. Hosting murah untuk membuat website atau blog sudah banyak yang menyediakan. Cek domain, ya gampang-gampang susah, tergantung namanya pasaran atau tidak. Kalau pasaran, seringnya sudah diambil dan dipakai oleh orang lain. Kalau saya sih blog ini pakai layanan dari Qwords.com.


Teknologi sebenarnya bukan hanya komputer dan internet. Tetapi belakangan memang dua hal tersebut yang cukup menguras perhatian. Mumpung masih hangat kenapa tidak kita ikut memanfaatkannya. Tidak ada ruginya juga kan. Setidaknya untuk nonton drama korea lalu share di media sosial, hehe...