Masyarakat Tangguh Tanpa Hoax

Di setiap bencana sering kali hadir hoax menyertai. Masih ingatkah kita dengan kejadian bencana gempa Bantul 2006? Saat itu hoax menggegerkan seisi Jogja. "Tsunami, banyune wis tekan TVRI (Tsunami, airnya sudah sampai TVRI)", demikian berita yang sampai pada kami pagi itu. Alhasil, yang dari Bantul, Kota Jogja, dan Sleman saling merangsek ke utara bahkan ada yang berlari hingga ke Magelang.


Masyarakat Tangguh Tanpa Hoax

Hoax sudah menjadi bagian dari hidup kita. Di WA grup terutama grup keluarga atau grup kampung, selalu saja ada satu dua hoax yang masuk. Saya teringat dengan yang disampaikan oleh salah satu penceramah shalat tarawih di Mesjid Gede Kauman dua tahun lalu, bahwa istri beliau di suatu hari mencabuti beberapa tanaman hias. Kenapa? Karena menurut info dari ibu-ibu di WA grup, tanaman itu mengandung racun. Dua hari kemudian pembicara tersebut mendapati istrinya murung. Kenapa? Karena menurut info dari WA grup, tanaman yang sudah ia cabuti ternyata adalah tanaman obat.


Hoax tidak akan pernah ada matinya. Hari ini kita sedang menghadapi bencana berupa pandemi covid 19. Hoax pun mewarnai perjuangan kita agar pandemi ini segera berakhir. Semakin hari bukannya semakin berkurang, justru hoax semakin bertambah dan semakin kuat. Jika ketika gempa Bantul 2006 hoax hoax berkembang melalui sms dan getok tular, di 2021 ini media hoax semakin banyak. Media sosial yang telah tertanam di gawai masing-masing dari kita bisa menjadi media hoax. Begitu membaca hoax di media sosial, lalu kita getok tularkan ke saudara, tetangga, atau kita forward atau reshare ke akun media sosial milik kita, jangakauannya semakin luas.


Hoax mendukung ketidakpercayaan atas covid 19


Menyadarkan masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan terhambat oleh banyaknya hoax yang beredar. Bulan Agustus 2020 beredar salah satu video berlogo media mainstream cabang Jawa Timur memberitakan tentang potensi risiko dari vaksin yang sedang dikembangkan. Video tersebut hingga bulan Agustus 2021 masih saja beredar. Kalau di 2020 vaksin sedang dalam tahap pengembangan sedangkan di 2021 vaksin sudah jadi dan beredar tetapi untuk mereka yang tidak percaya dengan covid-19 dan vaksin, video tersebut masih saja disebarkan.


Tokoh dan orang yang menokohkan diri pun bermunculan membuat dan menyebarkan hoax. Mereka memiliki media sosial yang follower-nya tidak sedikit. Media mainstream baik elektronik maupun tv pun justru memberi panggung kepada mereka. Alhasil, para kaum tidak percaya dengan covid 19 seolah mendapatkan harapan akan hadirnya seseorang yang bisa menjadi panutan. Di sisi lain, para tenaga kesehatan semakin hancur.


Sangat disayangkan, sejak awal narasi di negeri ini adalah "jangan takut-takuti rakyat dengan berita covid 19". Tidak pernah sekali pun membangun trust akan benar adanya covid 19 ini di negara kita. Akibatnya, hingga hari ini kepercayaan masyarakat atas keberadaan covid 19 dan kepatuhan akan proses menjadi semakin menyedihkan, trust kepada tenaga medis juga demikian. Masyarakat dengan modal "jangan takut-takuti" tersebut, selalu saja membenturkan antara prokes covid 19 dengan ekonomi. Bahkan prokes disamakan dengan PPKM (dan kebijakan serupa lainnya).


Hoax berbahaya bagi sesiapa saja


Tanpa hoax, kita terkhusus bidang kesehatan telah lelah. Semakin dibiarkannya hoax, akan semakin berbahaya. Bagi dunia kesehatan, semakin banyak korban yang berjatuhan, fasilitas pelayanan kesehatan ambruk, tenaga kesehatan semakin banyak yang terpapar dan gugur. Ketika semua telah ambruk, kebijakan apa pun akan dan sudah menjadi terlambat.


Bagi pemerintah, tak ada kebijakan yang bisa berjalan efektif. Kunci dari kebijakan adalah kepercayaan dari masyarakat. Jika hoax telah menyebar, masyarakat menjadi tidak percaya dengan apa pun. Sebagus apa pun kebijakan, yang ada hanya maido. Terlebih kebijakan untuk menjalankan prokes, menjadi semakin berat.


Jika semakin berlarut, kondisi ekonomi akan semakin ambruk pula. Semakin lama pandemi berlangsung, kondisi ekonomi tidak akan segera berjalan normal. Pasar telah sepi dan kita tidak tahu kapan akan ramai kembali dengan kehidupan normal.


Bagi pribadi masyarakat pun, jika hoax dibiarkan akan berbahaya. Masyarakat akan tidak bisa membedakan mana berita benar dan mana berita palsu. Kemungkinan yang terjadi ada dua, antara masyarakat akan mempercayai setiap berita yang masuk atau justru sebaliknya masyarakat tidak percaya sama sekali dengan berita. Hal tersebut berbahaya karena masyarakat berjalan tanpa arah.


Jangan heran, jika masyarakat sudah terbiasa dengan berita-berita palsu meski hanya berita ecek-ecek, kemudian akan terbiasa dengan berita palsu yang besar, dan akhirnya akan mudah pula percaya dengan hadist dan ayat-ayat palsu.


Setiap kita bertanggung jawab atas hoax


Hoax, pembuat, dan penyebarnya akan selalu ada. Dari zaman Nabi Adam hingga nanti matahari terbit dari barat, hoax pasti ada. Semua tergantung kita bagaimana menyikapi dan menangkalnya.


Bagi masyarakat biasa yang tidak memiliki cukup power, ketika ada yang menyebarkan berita hoax di WA grup, bisa disampaikan kalau itu adalah hoax. Cukup dengan sedikit usaha mencari info apakah info tersebut berita benar atau hoax. Mungkin ringan caranya tetapi berat di rasa pekewuh. Apalagi yang menyebarkan info di WA grup tersebut adalah tokoh masyarakat atau orang tua dan dituakan. Berat memang urusan ewuh pekewuh ini.


Bagi mereka yang memiliki power di bidang media dan penyiaran, sudah seharusnya tokoh-tokoh dan konten-konten hoax tidak diberi panggung. Sudah tahu itu berita hoax, tokohnya pun tidak jelas, masih saja diundang ke studio dan diwawancarai. Memang dengan hadirnya ia, semakin banyak atensi, pemasukan semakin besar. Sepertinya tidak salah kalau kita menyebutnya sebagai media penghancur bangsa.


Memang benar pesan dari Ebiet G Ade, "Dalam kekalutan masih banyak tangan yang tega berbuat nista".


Menyebut masyarakat tangguh bisa dengan banyak parameter. Salah satunya ketangguhan menghadapi hoax. Karena jika masyarakat tidak tangguh dengan hoax, mudah diombang-ambing dengan berita yang tidak jelas kebenarannya, dan menjadi tidak sehat. Terlebih di masa pandemi covid 19, semakin masyarakat tidak tangguh akan hoax, pandemi akan semakin lama hilang, kenormalan akan semakin lama hanya menjadi impian saja.


Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Pembuatan Konten Media Sosial dalam rangka Memperingati HUT RI ke-76 dengan tema Merdeka dari Pandemi: Bersatu dalam Keberagaman untuk Indonesia Bangkit yang diselenggarakan oleh Dinas Komunikasi dan Informatika DIY.