Menjadi Jogja Menjadi Indonesia

Menjadi Jogja dan menjadi Indonesia, seyogyanya kita mengingat quote dari salah satu tokoh Jogja dan nasional, Sri Sultan HB IX. Bunyinya kurang lebih "Walaupun saya telah mengenyam pendidikan barat yang sebenarnya, namun pertama-tama saya adalah dan tetap orang Jawa". Bagaimana jika "barat" itu adalah Yogyakarta? Itu berarti setiap orang yang pernah mengenyam pendidikan atau pernah tinggal di jogja adalah sebenarnya asli daerah mereka masing-masing. Jogja tidak akan pernah mengubah mereka menjadi orang Jogja.

Menjadi Jogja Menjadi Indonesia
Penampilan Prasasti UGM dalam Malioboro Night Festival 2017

Indonesia merupakan negara dan bangsa yang ada karena heterogenitasnya. Jogja pun demikian sehingga menjadi salah satu alasan bisa disebut istimewa. Terlalu sering kita mendengar bahwa Jogja adalah miniatur dari Indonesia. Karena memang setiap suku, daerah, budaya, dan keanekaragaman lain yang mewarnai Indonesia ada di Jogja. Karena memang Jogja, Indonesia, dan setiap entitas kehidupan ini pada hakikatnya adalah heterogen, tidak bisa dipaksakan pula menjadi homogen.

Orang Sumatera tetaplah menjadi Sumatera, orang Papua tetaplah menjadi Papua


Orang Sumatera yang tinggal di Jogja biarlah menjadi orang Sumatera, orang Papua yang ada di Jogja biarlah menjadi orang Papua, dan selanjutnya. Tidaklah mereka dipaksa menjadi orang jawa, dimana adat yang dijunjung oleh masyarakat Jogja. Setiap suku dan budaya di Indonesia memiliki karakteristik masing-masing yang tidak boleh dihilangkan. Jika kedaerahan masing-masing hilang, maka hilang pula Indonesia.

Setiap adat yang berkembang di suatu suku atau daerah jika dijunjung dengan semestinya, tidak akan tumpang tindih dengan budaya yang berkembang di suku atau daerah lain. Suku jawa dengan budaya jawanya hanya akan berlaku oleh mereka yang dari suku jawa. Suku batak, dayak, dan lain-lain pun demikian. Ketika mereka bertemu di Jogja, tidak ada yang boleh memaksakan bahwa mereka yang bukan suku jawa untuk mengikuti kehendak budaya jawa. Demikian pula sebaliknya, suku dayak ketika di Jogja tidak bisa berharap orang jawa bersikap layaknya orang dayak. Dan seterusnya.

Setiap suku, agama, adat di Indonesia beserta budayanya, pasti tidak ada yang mengajarkan permusuhan, perpecahan, dan kehinaan lain baik untuk sesama atau kepada yang berbeda. Jadi, tidak ada alasan bagi kehidupan di Jogja untuk saling serang antar kelompok masyarakat. Biarlah aku menjadi aku dalam kehidupan aku dan kamu menjadi kamu dalam kehidupanmu sendiri. Ketika kita bersama, aku tidak akan memaksamu menjadi diriku dan kamu tidak bisa memaksaku menjadi diriku. Ketika kita bersama, tidak perlu lagi dilihat siapa aku dan siapa kamu karena kita bergandengan tangan.

Belajar pada gamelan, kita tidak akan memaksa suara bonang seperti suara gong, suara kendang menjadi suara gambang, dan seterusnya. Mereka bekerja sesuai fungsinya masing-masing. Akan tetapi ketika mereka dimainkan serentak, tidak lagi menilai itu suara bonangnya, itu suara kendangnya, dan lain sebagainya. Demikian pula sebaliknya, ketika salah satu tidak berbunyi sebagaimana mestinya, maka rusaklah suara keseluruhan gamelan.

Merdeka itu adalah menjadi Bhinneka Tunggal Ika. Merdeka itu adalah menjadi merah putih. Biarlah merah menjadi merah dan putih menjadi putih. Tidak perlulah merah putih menjadi merah merah, putih putih, putih merah, atau bahkan menjadi hitam putih. Merdeka itu kita menjadi diri kita sendiri dan orang lain menjadi dirinya sendiri. Akan tetapi kita menjadi satu sesuai porsinya masing-masing agar menjadi Indonesia.

Menjadi Jogja dan menjadi Indonesia, bukan berarti mereka yang hadir di Indonesia untuk sepenuhnya menjadi orang Jawa, akan tetapi mereka hidup dalam budayanya sendiri yang menghormati kehidupan orang Jawa. Orang Jawa pun demikian tidak boleh memaksa mereka menjadi orang jawa. Jika kita mau belajar, tidak ada pertentangan antara kehidupan jawa dan bukan jawa. Yang ada justru harmoni agar kehidupan ini selaras sesuai harmoni alam.

Ketika mereka dan Anda yang pernah tinggal dan mengenyam kehidupan di Jogja pulang ke kampung halaman, ceritakanlah kehidupan Jogja yang tidak ada paksaan dalam berkehidupan ini ke keluarga Anda di sana. Biarlah itu nanti menjadi virus positif bahwa kehidupan yang heterogen dapat duduk berdampingan. Ribuan orang telah dan pernah ada di Jogja dan pergi meninggalkan Jogja. Biarlah mereka dan Anda menjadi orang yang telah terkontaminasi virus positif ini yang mengkontaminasi kehdipan di luar Jogja agar bisa membawa daerah lain nyaman layaknya Jogja. Silakan Anda buat daerah Anda masing-masing seperti Jogja, bukannya Anda terlalu lama di Jogja yang justru membuat Jogja berubah menjadi tidak semestinya. :)