Industry 4.0 Masih Membutuhkan Manusia

Sebuah kekhawatiran yang sering muncul ketika membahas tentang hadirnya industri generasi keempat atau industry 4.0 adalah semakin berkurangnya peran manusia di dalamnya. Nanti akan banyak lapangan kerja yang semula diisi perannya oleh manusia tergantikan oleh mesin. Contoh sederhana adalah teller bank yang mana kinerjanya telah digantikan oleh mesin ATM. Sebuah kekhawatiran yang sangat beralasan. Bagaimana cara menghadapi revolusi industri 4.0 adalah tantangan bagi kita semua.

Industry 4.0 Masih Membutuhkan Manusia

Meskipun kekhawatiran itu sama seperti halnya kekhawatiran pada saat peralihan dari industry 1.0 ke industry 2.0 dan seterusnya. Karena pada hakikatnya teknologi hadir untuk menggantikan peran tenaga manusia. Hal ini mengingat keterbatasan yang dimiliki oleh manusia, padahal ekspektasi pelanggan terhadap produk atau servis tidak terbatas.

Industri 4.0, manusia diganti robot


Kekhawatiran yang ada terkait hadirnya industry 4.0 terasa sangat menakutkan dan lebih menakutkan jika dibandingkan dengan hadirnya industri generasi sebelumnya. Bagaimana tidak, kita sudah sekolah lama dengan biaya yang besar, tetapi ketika bekerja di lapangan ternyata pekerjaan itu sudah digantikan oleh mesin, sakitnya tuh di sini (sambil pegang dompet). 


Tetapi, kita Adam dan Hawa lah sebagai manusia yang diturunkan ke bumi, bukan robot. Kita sebagai manusia adalah yang menjalankan kehidupan terutama terkait dengan industri ini dan robot adalah karya manusia yang membantu kehidupan manusia. Karena hadirnya industry 4.0 adalah keniscayaan, maka kita harus menyesuaikan diri. Ada beberapa hal yang akan menjadi peran manusia dalam industry 4.0

Kita yang hidup di Indonesia biasanya mengadopsi sebuah teknologi dari luar negeri dan kita telan mentah-mentah dalam kehidupan di Indonesia. Industry  4.0 saat ini paling besar dikembangkan di negara-negara eropa, terutama di Jerman. Biasanya kita tidak mau tahu bagaimana menyesuaikan teknologi-teknologi dari luar ke dalam kehidupan manusia Indonesia. Justru kita sukanya menyesuaikan manusianya terhadap teknologi.

Secara sederhana, apakah ukuran tubuh orang Jerman sama dengan orang Indonesia? Apakah tinggi tubuh orang Indonesia sama dengan tinggi tubuh orang Jerman? Pertanyaan yang tidak perlu dijawab sih. Itu baru tinggi tubuh, belum ukuran tubuh yang lain. Jika teknologi dan alat-alat yang dihadirkan itu diberlakukan mentah-mentah, apa yang terjadi? Kita harus menyesuaikan diri padahal itu bukan ukuran kita. Contoh sederhana (meskipun ini bukan industry 4.0) ketika saya bekerja di pabrik, karyawan diwajibkan menggunakan alat pelindung diri berupa sarung tangan metal yang ukurannya adalah ukuran luar negeri. Padahal ukurannya S tapi berhubung anak-anak di sana yah seperti itu, jadi seperti XL-nya mereka. Apakah mereka nyaman? Tentu saja tidak.

kaca mata VR Industry 4.0 Masih Membutuhkan Manusia


Teknologi kebanyakan dikembangkan oleh orang-orang lab yang mana mereka lebih berkonsentrasi bagaimana alat itu bekerja. Tidak sedikit dari mereka yang melupakan siapa yang menggunakan alat-alat dan teknologi tersebut. Contoh sederhana produk atau alat yang nantinya digunakan terkait industry 4.0 adalah kaca mata VR (Virtual Reality). Kita menelan mentah-mentah teknologi yang dihadirkan, tetapi kita tidak mau tahu apakah kaca mata VR itu nyaman atau tidak. Jangan-jangan ketika memakai kaca mata VR itu kita menjadi pusing atau parahnya lagi membuat gangguan penglihatan atau gangguan psikis. Pekerjaan kita adalah menyesuaikan alat-alat dan teknologi itu ketika hadir di Indonesia bisa digunakan dan menyesuaikan dengan tipikal manusia Indonesia.

Satu lagi (meskipun masih banyak sih) pekerjaan yang tidak mungkin oleh tergantikan adalah bagaimana memberikan human touch kepada pelanggan. Bagaimana pun kecanggihan suatu robot, tidak akan bisa menggantikan rasa sentuhan manusia. Selama ini kita bekerja seolah menjadi seorang robot yang kehilangan rasa kemanusiaan kita. Tetapi nanti robot lah yang bekerja sebagai robot, kita kembali menjadi manusia. Justru di industry 4.0 sisi kemanusiaan kita dihadirkan kembali tanpa menjadi robot. Bagaimana kita tersenyum sebagaimana kita tersenyum, bagaimana kita menyapa saudara kita sesama manusia layaknya dia saudara kita, dan seterusnya.

Industri telah berkali-kali berganti generasi dan peralihan itu selalu menghadirkan ketakutan akan hilangnya peran manusia. Tetapi manusia adalah manusia yang selalu bisa menyesuaikan diri. Banyak pekerjaan rumah yang harus kita kerjakan menjelang hadirnya industry 4.0. Bagaimana pun industry 4.0 masih membutuhkan peran manusia. Karena industri hadir untuk memenuhi ekspektasi manusia yang tiada batas. Ekspektasi tersebut juga harus diimbangi dengan kecepatan dalam produksi atau pelayanan. Biarlah nanti robot itu yang bekerja secara cepat tetapi kita bekerja sebagaimana layaknya manusia yang dimanusiakan.