Pameran Batik dalam Ruang dan Waktu

Batik, berbicara tentang batik memang tidak akan pernah habisnya. Dari filosofis, budaya, hingga teknis produksi selalu menarik untuk dibicarakan. Oleh karenanya, tidak salah jika UNESCO mengakuinya sebagai warisan budaya non bendawi, karena yang dijunjung tinggi bukan benda batiknya tetapi ruh di dalam batik itu sendiri.

Pameran Batik dalam Ruang dan Waktu

Pada tanggal 20-29 September 2019 yang lalu, Keraton Yogyakarta bersama dengan Kadipaten Pakualaman menyelenggarakan pameran "Batik, antara ruang dan waktu" di Gedung Oval Taman Pintar Yogyakarta. Dengan membayar tiket masuk taman pintar, bisa sekalian jalan-jalan melihat koleksi taman pintar juga belajar tentang batik.

Koleksi batik Keraton Yogyakarta dan Pakualaman


Dalam pameran ini, baik dari Keraton Yogyakarta maupun Kadipaten Pakualaman menampilkan koleksi batik yang bisa jadi kita sebagai orang awam jarang melihatnya. Koleksi batik ini memang tersimpan di dalam keraton maupun kadipaten karena memang nilainya yang tinggi. Oleh karena itu, pengunjung tidak diizinkan mengambil gambar (memotret) maupun memegang koleksi batik.

Dalam pameran ini, dari Keraton Yogyakarta menampilkan koleksi yang terkait dengan tradisi mitoni. Tidak ketinggalan penjelasan pengertian dari mitoni itu sendiri serta tahap demi tahap dalam acara mitoni. Dokumentasi acara mitoni yang ditampilkan dalam pameran ini adalah ketika hamilnya Gusti Hayu. Mitoni sendiri merupakan acara memperingati usia kehamilan tujuh bulan, atau dua bulan sebelum sang calon jabang bayi lahir. Acara ini dimaksudkan agar kelahiran bayi berjalan lancar dan penuh harapan agar nantinya terlahir anak yang baik.

Dalam pameran ini ditampilkan kain-kain batik yang dipakai dalam acara mitoni. Memang tidak semua, tetapi setidaknya mewakili. Salah satu yang ditampilkan adalah kain yang digunakan dalam prosesi pantes-pantes, yaitu sang ibu memakai kain batik berjumlah tujuh secara bergantian. Kain pertama dipakai, lalu ditanyakan kepada keluarga apakah "pantas". Lalu keluarga menjawab "dereng" atau belum. Lalu berganti lagi ke kain kedua, masih belum juga, demikian hingga enam kali. Lalu kain yang ketujuh adalah kain lurik yang sebenarnya kalah atau tidak sebagus dibanding keenam kain batik sebelumnya. Hal ini mengisyaratkan agar anak nantinya tidak lupa dengan masa lalunya.

Keenam batik yang dipakai pertama tentu memiliki motif dengan filosofi yang tinggi, dan ditampilkan dalam pameran ini, semisal Semen romo, grompol, sido asih, sidomukti, kasatriyan. Kain-kain yang dikenanakan dalam pantes-pantes tersebut dijatuhkan begitu saja. Dan nantinya kain-kain yang tertumpuk tersebut diduduki dalam prosesi babon angrem, kain yang dipakai pun bermotif babon angrem.

Koleksi yang ditampilkan dari Kadipaten Pakualaman pun tidak kalah menariknya. Kalau koleksi dari keraton ada beberapa yang pernah saya lihat sebelumnya serta dengar terkait filosofinya, kalau koleksi dari Kadipaten Pakualaman saya sama sekali belum pernah tahu. Kadipaten Pakualaman menampilkan koleksi batik "pepadan" atau terkait dengan dunia sastra. Dalam pameran ini, batik yang ditampilkan adalah ilustrasi dari tembang Macapat, semisal, mijil, sinom, asmaradana, dan seterusnya hingga pocung.


Setiap motif batik mewakili ruh yang ada di dalam tembang macapat serta maksud pemakaiannya. Contoh, dalam tembang dandanggula, tersirat bahwa tembang tersebut merupakan tembang yang luwes atau bisa berada di mana pun berada. Biasanya tembang dandanggula digunakan untuk memulai sesuatu. Oleh karena itu, batik ini juga menggambarkan yang luwes bisa digunakan di mana saja serta orang yang memakainya bisa menempatkan diri di mana ia berada. Contoh lain, tembang pocung menggambarkan sifat gembira. Sehingga motifnya pun menggambarkan kegembiraan. Biasanya tembang pocung berisi tentang pelajaran, sehingga batik ini juga baik digunakan agar si pemakai juga mau belajar.

Banyak hal yang bisa dipelajari dari filosofi batik. Sayang tidak bisa saya sampaikan banyak di sini mengingat tidak boleh memotret dan tidak saya catat, hehe. Jadi kalau ada kesalahan dalam penulisan, mohon dikoreksi. Sumber video: instagram taman pintar.

Satu hal yang cukup membuat saya takjub adalah, secara teknis pengerjaan batik ini terlihat luar biasa. Jika secara sekilas terlihat biasa seperti batik-batik lainnya, tetapi jika kita melihat lebih dalam ternyata terdapat goresan-goresan yang sungguh detil. Ada goresan yang sepertinya tinggal gores tetapi jika dilihat-lihat ternyata sangat rapi dan detil. Tidak ada yang bisa menggambarkan selain kesabaran yang ekstra tinggi dalam membuatnya.

Batik terlalu mahal untuk mati. Batik tidak akan pernah ada matinya selama ada yang melestarikannya. Mahal bukan sekadar nilai uang yang digunakan untuk membelinya tetapi nilai hidup yang ada di dalamnya. Semoga pameran yang demikian sering diadakan dan semakin banyak yang mau belajar batik.