Drone Emprit Academic, Menjahit Kebersamaan Melalui Gagasan Data

Dunia politik dan sosial media kini dua hal yang saling terkait. Panasnya pembahasan di sosial media telah menyeret kehidupan di dunia nyata menjadi panas pula. Hal ini yang menjadi keresahan di dunia akademik maka diadakan seminar "Big data dan Politik Gagasan" serta launching Drone Emprit Academic. Sudah saatnya kita tidak lagi terjebak pada politik praktis tetapi pada gagasan. Kepala boleh panas tetapi hati harus tetap dingin, demikian yang disampaikan Pak Fathul Wahid, Ph.D mengawali jalannya seminar.

Drone Emprit Academic, Menjahit Kebersamaan Melalui Gagasan Data
Pak Ismail Fahmi, Ph.D menyampaikan materi tentang Drone Emprit Academic

Bertempat di Auditorium FTI UII, seminar menghadirkan Pak Ismail Fahmi, Ph.D sebagai dosen Magister Teknik Informatika sekaligus dari PT Kernels Indonesia, Dr. Raden Bagus Fajriya Hakim dosen statistik UII, Dr. Subhan Afifi dosen UPN Veteran Yogyakarta, dan Dr. Iswandi Syahputra dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Diadakan di hari Minggu, 14 Oktober 2018, acara berlangsung santai dengan penuh gelak tawa yang dihadirkan oleh para pembicara. Ya iya lah, masa hari minggu dibuat sepaneng...

Pak Subhan Afifi, dosen UPN Veteran Yogyakarta menyampaikan ada tiga hal yang menjadi kegelisahan bersama terkait dengan fonomena di media sosial. Pertama hoax, kedua fake news yang mana ini mirip hoax tetapi berada di ranah jurnalistik, dan yang ketiga polarisasi yang merupakan muara dari kedua yang pertama. Polarisasi ini akhirnya mengejawantah ke dunia nyata dan berkembang pada politik horizontal. Akibatnya berujung pada ancaman disintegrasi bangsa. Kegelisahan ini yang menjadi kronologi hadirnya Jogja Mendaras Data.

Baca juga ketika para pemuda ini memanfaatkan sosial media untuk berbisnis

Contoh polarisasi yang ada beberapa waktu yang lalu, meskipun gaungnya tidak telalu besar adalah terkait KTP anjing. Para pihak yang sudah kadung benci dengan Gubernur Anies lantas berteriak lantang tentang hal tersebut. Padahal ide tersebut sudah muncul ketika Gubernur Ahok memimpin Jakarta. Esensi dari dikeluarkannya KTP anjing ini pun tidak dipahami masyarakat yaitu mencegah tersebarnya virus rabies. Hal yang penting tetapi karena sudah telanjur terpolarisasi maka hal ini menjadi lingkaran setan yang tidak selesai.

Dr. Iswandi Syahputra menyampaikan bahwa aktivitas politik di media sosial telah selama ini telah mengalami jalan buntu. Setiap isu yang hadir selalu dapat dipolitisasi. Kita seolah tidak bisa menghadirkan alternatif di ruang kosong. Hingga akhirnya yang kita nantikan adalah afiliasi gagasan untuk melawan afiliasi kelompok. Beliau menyampaikan bagaimana sejarah hadirnya polarisasi ini khsusunya di media sosial. Pada awalnya kondisi cair dan baik-baik saja. Politik gagasan muncul ketika terjadi kasus Prita Mulyasari yang tersangkut kasus UU ITE dan muncul gerakan "Koin Untuk Prita". Selesai kasus ini, muncul kasus Cicak-Buaya. Dua hal kehidupan sosial media yang telah mengubah kehidupan di dunia nyata. Pada 2012 saat pilkada DKI muncullah Jasmev. Apakah ada yang salah dengan jasmev? Tidak. Pada 2014, Jasmev berubah dalam bentuk yang lain sedangkan lawan belum ada kekuatan semacam ini. Meledaknya semua terjadi ketika isu saracen muncul. Setelah ini muncullah MCA (Muslim Cyber Army) berkontra dengan wujud lain dari jasmev.

Baca juga film linimassa, dari sosial media menjadi gerakan nyata

Pak Ismail Fahmi, Ph.D menyampaikan bahwa kita tidak bisa sepenuhnya netral. Berada di antara dua kubu memang berat. Tetapi sudah saatnya meskipun kita berada di salah satu pihak, tetapi tetap objektif berdasarkan data. Dosen yang dikenal terkait dengan Drone Emprit ini bersama UII mengembangkan Drone Emprit Academic. DEA ini mirip dengan Drone Emprit yang sudah ada. Namun, DEA sumbernya hanya dari twitter, berbeda dengan Drone Emprit yang mana sumbernya dari banyak sumber online. Akan tetapi dengan bermodalkan twitter saja, itu sudah powerful. Mengapa? Karena kehidupan di twitter penggunanya masih besar, meskipun masih berada di bawah pengguna Youtube dan Facebook. Akan tetapi di twitter, bisa diketahui sumber-sumber atau link yang di-share di twitter. Di twitter yang dilihat melalui DEA juga didapatkan populasi percakapan, diketahui apa akun dan seberapa besar robot, serta diketahui virality-nya. Dan yang menjadi penting, perpecahan dan hoax yang berkembang awalnya dari twitter.

SDGs, Drone Emprit Academic, Menjahit Kebersamaan Melalui Gagasan Data
Kita selama ini bisa jadi terjebak dalam straingt news sehingga kita lupa bahwa ada hal yang penting yaitu terkait hal-hal dan gagasan strategis. Seharusnya pada 2030 nanti semua negara di dunia sudah memenuhi Sustainable Development Goals. Isu tentang stunting, kelaparan, dan lain sebagainya seolah terlupakan karena kita sibuk dengan isu-isu jangka pendek dan polarisasi berbalut kebencian. Sudah saatnya kita bergerak maju dan tidak terjebak dalam polarisasi itu.

Dr. Raden Bagus Fajriya Hakim dengan latar belakang beliau dalam dunia statistik, beliau menyampaikan bahwa Drone Emprit Academic sudah merepresentasikan semuanya. Dengan proses pembersihan data yang telah dilakukan oleh "mesin", jumlah sample dan populasi yang jelas, data tereprentasikan dengan baik dan tervisualisasi dengan bagus. Beliau menyampaikan kaitannya dengan implementasi di dunia nyata, adu gagasan menjadi sangat penting bukan sekadar pencitraan. Oleh karena dunia akademik harus mengawal itu salah satunya dengan data. Data sudah tersedia di depan mata kita, terserah kita mau diapakan dan kontribusi kita apa. Salah satu yang bisa kita lakukan adalah menawarkan gagasan bermodalkan Drone Emprit Academic.

Berbeda dengan Drone Emprit yang berbayar, DEA ini sifatnya gratis, dengan sistem verifikasi dari UII. Prinsip yang dipegang oleh DEA ini adalah "you have data, then you share it". Maksudnya kita bisa masuk dan mengetahui bagaimana data itu ada, tetapi data itu tidak kita simpan sendiri melainkan harus dipublikasikan ke publik. Melalui situs Drone Emprit Academic, ada beberapa persyaratan agar bisa ikut serta berpartisipasi dalam DEA ini, salah satunya mempublikasikan hasil intepretasi DEA paling lama dua bulan sekali baik di media cetak maupun online termasuk blog.

Sudah saatnya kita bukan lagi konsumen melainkan menjadi produsen informasi dimana informasi itu basisnya adalah data. Kita bisa saja condong ke satu sisi tetapi harus objektif dan dengan data. Bukan sekadar fanatisme semu yang meledak-ledak tanpa ada data. Polarisasi sudah nyata di depan kita. Tugas kita adalah memunculkan jarum dan benang untuk menjahit kebersamaan melalui gagasan data.