Apa yang Bisa Dilakukan UMKM di Industri 4.0?

Akan hadirnya industri 4.0 seolah-olah dianggap sebagai momok yang menyeramkan bagi sebagian kalangan. Kekhawatiran akan hilangnya pekerjaan yang dikerjakan manusia yang nantinya digantikan perannya oleh robot menjadi isu yang selalu saja diangkat. Jika industri 4.0 hanya berbicara tentang robot, Iot (Internet of Things), Augmented Reality/AR dan Virtual Reality/VR, business inteligent dan data warehouse, serta hal-hal yang berbau teknologi (yang katanya) masa depan, para pelaku UMKM seolah-olah tidak perlu belajar dan menyesuaikan diri akan hadirnya industry 4.0. Katanya istilah-istilah tersebut terlalu rumit untuk sekelas UMKM. Benarkah demikian?
Apa yang Bisa Dilakukan UMKM di Industri 4.0?

Industri bisa dilihat secara makro antara pelaku industri, konsumen, pemerintah, dan lain sebagainya. Ibarat gajah bertarung lawan gajah, pelanduk mati di tengah-tengah, industri besar nantinya secara pasar sepertinya saling berkompetisi tetapi dari sisi manajerial bisa jadi berkolaborasi. Mereka di ranah konsumen akan berlomba-lomba meraih pasar dengan segala efisiensi yang terjadi di pabriknya. Sedangkan UMKM dari dulu sampai sekarang bahkan nanti, ya begitu-begitu saja. Paling pol mentok membuat akun sosial media dimana ada yang rajin update tetapi ada atau bahkan banyak yang sekali buat langsung ditinggal pergi bertahun-tahun.

Memang sih, jika dipikir-pikir memangnya UMKM di Indonesia ini yang mau menjalankan usahanya menggunanakan robot? Robot menjadi isu besar di hadirnya industri 4.0. Tetapi di UMKM kita, mengembangkan industri hand made adalah menjadi primadona. Syukur-syukur bisa memberdayakan tetangga sekitar. Selain itu, menjalankan teknologi generasi robotik beserta variannya membutuhkan modal baik materi maupun intelektual yang tidak sedikit.

UMKM siap menghadapi Indutri 4.0


Tetapi memangnya tidak ada yang bisa dilakukan UMKM dalam menghadapi industri 4.0?  Ini juga berlaku untuk lembaga pemerintah/kedinasan/kementrian, organisasi kemasyarakatan, serta organisasi-organisasi non bisnis lainnya.

Ada satu hal yang banyak dilupakan dalam industri 4.0, yaitu kaitannya dengan data. Secara eksplisit memang ada istilah big data, data warehouse, dan lain sebagainya. Memang rasanya berat bagi sebagian besar UMKM untuk bermain-main dengan data yang dirasa rumit itu.


Tidak perlu lah kita terlalu berpikir pusing bahwa bermain dengan data itu harus dengan data yang besar, dengan komputer berspesifikasi tinggi, harddisk-nya bertera-tera byte, menyimpannya butuh satu bangunan tersendiri, dan seterusnya. Mulai saja dahulu dengan, apakah UMKM memiliki data transaksi yang meliputi produknya apa, siapa saja yang membeli, bahannya beli dari mana, dan sebagainya. Data sederhana yang harus dimiliki tetapi banyak orang tidak memilikinya.

Memang bisa jadi rasanya tidak akan terlalu memberi hasil signifikan pada penjualan jika hanya bermain pada data milik sendiri. Bayangkan jika satu kabupaten UMKM-UMKMnya memilik data tersebut, apakah bisa memberi manfaat? Bisa saja. Dengan bermodal data-data sederhana yang dimiliki oleh masing-masing UMKM, kabupaten tersebut bisa dipetakan tentang perkembangan ekonominya, daerah mana saja yang menjadi konsumen, sumber dayanya dari mana saja, dan lain sebagainya. Efeknya, pemerintah tersebut bisa bekerja sama dengan kabupaten lain penyedia bahan baku kaitannya dengan ekonomi.

Batik, tidak mungkin kita memproduksinya dengan robot, karena justru kita menghilangkan nilai batik itu sendiri yang khas dengan hand made menggunakan canting. Tetapi, jika kita punya data tentang siapa dan dari daerah mana pembeli kita, tetangga kita juga punya data yang demikian meskipun pelanggannya berbeda, tetangga kita yang lain demikian pula, dan seterusnya hingga satu kota dengan kita memiliki data yang demikian, kita bisa tahu "O, orang-orang dari daerah X itu sukanya pakai motif bunga kalau bulan Januari", "O, kalau orang-orang dari daerah Z beda dengan kota X, motifnya biasanya gambar naga kalau bulan Maret", dan seterusnya. Maka kita tahu mau buat batik motif apa untuk bulan apa.

Dengan UMKM-UMKM memiliki data masing-masing, produk komoditas dan hasil industri kecil dari daerah tersebut tahu mau dijual kemana, kapan, dan berapa besarnya. Nantinya, mereka tahu harus membuat apa dan berapa besarnya. Jika produk UMKM-UMKM laku, perekonomian mereka naik, maka pendapatan dari pajak pun naik. Dan banyak lagi manfaat jika UMKM mau bermain dengan data.

Inilah business inteligence yang menjadi salah satu nilai dalam industri 4.0.

Beberapa waktu lalu ada rekan saya yang ingin penelitian terkait komoditas padi, mengingat silang sengkarut impor beras terjadi secara nasional. Ia pun datang ke salah satu dinas yang menangani komoditas padi di daerahnya. Apa jawaban yang ia peroleh? Ternyata dinas tersebut tidak memiliki data. Itulah kelemahan kita, tidak memiliki data. Pemerintah tidak memiliki data, UMKM tidak memiliki data, pada akhirnya ekonomi akan dimainkan oleh perusahaan besar karena mereka memiliki data.

Sudah saatnya UMKM dan pemerintah daerah mulai merekam aktivitas keseharian dalam data. Mumpung industri 4.0 sedang mulai dan belum benar-benar terjadi. Jika nanti industri 4.0 benar-benar sudah berjalan, maka UMKM dan pemerintah hanya akan melihat kehebatan perusahaan besar dengan robotiknya. Tapi apakah kita benar-benar menjadi penonton? Bagaimana kalau kita juga ikut menginjakkan kaki di sana, bukankah lebih mengasyikkan? Tantangan menghadapi industri 4.0 pasti selalu ada. Salah satu yang bisa kita lakukan adalah bermain dengan data.